REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Rancangan Undang-undang (RUU) Perkelapasawitan pada 2017 terus menuai pro kontra. Beberapa pihak menilai RUU tersebut harus segera diselesaikan untuk melindungi industri kelapa sawit dari intervensi asing. Namun, sebaliknya ada pula yang mendesak RUU segera dihentikan karena dinilai hanya memperparah tumpang tindih hukum dan carut-marut hukum.
Ungkapan penolakan juga muncul dari partai terbesar ketiga di Indonesia. Berdasarkan keterangan resmi yang diterima Republika, pada Selasa (6/6), Wakil ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo menegaskan, Partai Gerindra menolak disahkannya RUU Perkelapasawitan tahun 2017 karena tidak sesuai dengan prinsip pelestarian hutan, perlindungan lingkungan hidup, dan kesejahteraan rakyat.
"Partai Gerindra selalu berusaha memperhatikan prinsip-prinsip yang sesuai dan benar bagi masa depan Indonesia. Kami merasa RUU Perkelapasawitan ini akan justru merugikan rakyat dan bangsa Indonesia di masa mendatang," jelas Hashim.
Hashim menyatakan, RUU Perkelapasawitan yang saat ini sedang dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR justru memberikan lebih banyak kesempatan atau keringangan kepada perusahaan perkebunan, bukan petani (pekebun) kelapa sawit. Insentif dan keringanan yang diberikan kepada perusahaan perkebunan, terlihat jelas pada pasal 18 RUU tersebut.
Hashim berharap, RUU Perkelapasawitan tidak akan dijadikan alat atau memberi celah perusahaan-perusahaan untuk dapat beroperasi di areal gambut, yang bertentangan dengan upaya negara untuk melindungi ekosistem gambut.
Hashim menjelaskan, dalam PP Perlindungan gambut dinyatakan, setiap orang dilarang membuka lahan baru sampai ditetapkannya zonasi fungsi lindung, dan fungsi budidaya pada areal ekosistem gambut untuk tanaman tertentu. "RUU Perkelapasawitan hanya akan membuat target Pemerintah Indonesia memulihkan 2,4 juta hektare lahan gambut menjadi sulit tercapai," tegas Hashim.
Penolakan tersebut, sesuai pula dengan pernyataan Sekretaris Jenderal Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bambang yang menegaskan, kini tidak dibolehkan lagi membuka lahan baru ataupun memberikan ijin pada lahan gambut terutama lahan gambut dalam. “Kelapa sawit kan bukan tanaman asli gambut sehingga tidak sesuai dengan ekosistem gambut, dan dapat mempertinggi risiko kebakaran, serta kekeringan di sekitar lahan gambut tersebut," kata Bambang.