Ahad 04 Jun 2017 21:03 WIB

Buronan Teroris Marawi Asal Banjarnegara dari Keluarga Mapan

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Nur Aini
Pasukan pemerintah melintasi masjid di Marawi City, Filipina Selatan.
Foto: Romeo Ranoco/Reuters
Pasukan pemerintah melintasi masjid di Marawi City, Filipina Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, BANJARNEGARA –- Yoki Pratama Windyarto (22 tahun), pemuda yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) karena terlibat kasus terorisme di Marawi Filipina, bukan berasal dari keluarga miskin. Sekretaris Daerah Kabupaten Banjarnegara, Fahrudin Slamet Susiadi, menyebutkan yang bersangkutan berasal dari keluarga mapan.

''Kedua orang tuanya tinggal di Desa Klampok Kecamatan Purworejo Klampok Kabupaten Banjarnegara,'' ujarnya, Sabtu (3/6).

Bahkan dia menyebutkan, Yoki termasuk anak muda yang cerdas. Hal ini dibuktikan, karena selepas dari SMA, dia bisa masuk ke sekolah DIII Ikatan Dinas Penerbangan di Tangerang.

Setelah bekerja, dia juga mendapat posisi pekerjaan yang cukup nyaman di Perusahaan Garuda. ''Kantornya di lokasi premium Terminal 3 Soekarno Hatta. Gajinya lebih dari cukup. Namun kenapa orang seperti dia dapat masuk perangkap jaringan terorisme,'' katanya.

Hal itu, sebelumnya juga disampaikan Sekda dalam acara tarling di pesantren Al Mubarok, Kalisat, Kecamatan Kalibening. Dia menyebutkan, masalah terorisme menjadi semacam silent enemy atau musuh terselubung. ''Mereka mencari korban-korban di seantero wilayah negeri lewat beragam media dan jaringan dan hebatnya, sasaran tembaknya justru banyak dari kalangan terdidik serta cerdas,'' katanya.

Untuk itu, dia meminta pada para pimpinan pondok pesantren untuk mengawasi santri dan lingkungan tempat tinggalnya. ''Apabila ada yang terlihat aneh atau lain dari biasanya, coba untuk dicermati. Coba cari tahu apa saja aktivitasnya. Hal ini sebagai wujud sikap waspada saja terhadap fenomena akhir-akhir ini ketika dengan menglobalnya terorisme,'' katanya.

Dia juga meminta agar para orang tua lebih bersikap waspada, karena pengaruh terorisme tersebut bisa mempengaruhi anak-anak. ''Fakta menunjukkan, mereka yang terlibat jaringan radikalisme ada yang berasal dari kalangan yang tidak terduga. Ini yang patut diwaspadai,'' katanya.

Contohnya, dalam kasus Gafatar. Dia menyebutkan, saat itu tercatat ada 12 orang kalangan terdidik dari Banjarnegara yang terpengaruh paham tersebut. ''Kebanyakan dari kalangan mahasiswa yang tengah menyelesaikan skripsi,'' ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement