Ahad 04 Jun 2017 04:51 WIB

LPAI Minta Proses Hukum Adil Terhadap Pelaku Intimidasi

Rep: Kabul Astuti/ Red: Ani Nursalikah
Seto Mulyadi
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Seto Mulyadi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah video yang beredar viral di media sosial akhir-akhir ini menampilkan sekelompok orang sedang melakukan intimidasi terhadap seorang anak 15 tahun berinisial PMA. Video berdurasi 11:22 menit tersebut langsung menuai reaksi lantaran diduga berkonsekuensi melanggar hukum.

Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPA Indonesia) Seto Mulyadi menyatakan tindakan intimidasi, atau yang disebutnya dengan istilah vigilantisme, betapa pun dilakukan sebagai respons terhadap individu yang diyakini telah melakukan pelanggaran hukum, tetap tidak bisa dibenarkan.

"Terlebih, ketika individu yang dipandang melanggar hukum itu adalah anak-anak. Seluruh warga negara harus patuh pada ketentuan hukum positif," kata Seto Mulyadi dalam siaran pers kepada Republika.co.id, Sabtu (3/6).

LPAI mendorong kepolisian menindak secara profesional anggota masyarakat yang telah melakukan aksi intimidasi yang menyasar seorang anak yang telah menyebar ujaran permusuhan dan kebencian terhadap individu, kelompok, dan agama tertentu melalui media sosial.

Seto menyatakan penindakan oleh kepolisian dipandang merupakan langkah penting untuk memastikan negara selalu hadir dalam rangka melindungi seluruh anak Indonesia, termasuk anak yang dikabarkan telah menyebarluaskan ujaran kebencian tersebut.

Pada sisi itu, Seto menyatakan LPAI melihat anak tersebut sebagai korban. Sudah sepatutnya dilakukan pemulihan terhadap hak-hak korban, baik secara umum selaku warga negara dan secara khusus selaku anak-anak. LPAI berharap tidak ada lagi anak-anak Indonesia yang mengalami tindakan intimidasi.

Menurut Seto, penegakan hukum patut dilakukan untuk meyakinkan khalayak luas agar tidak lagi melancarkan aksi main hakim sendiri. Pihaknya mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tidak mengesampingkan pelanggaran hukum dalam bentuk apa pun yang dilakukan oleh siapa pun.

Ketua Umum LPAI ini menyatakan komitmen dan keberpihakan LPAI terhadap anak-anak yang telah mengalami intimidasi, sekaligus memastikan hukum merupakan satu-satunya mekanisme untuk meminta pertanggungjawaban terhadap si anak.

"Pada sisi itulah, LPAI melihat anak yang dikabarkan telah menggunakan akun media sosialnya sebagai media untuk mengekspresikan kebencian merupakan seorang terduga pelaku pelanggaran hukum," kata Seto Mulyadi.

LPAI mengungkapkan keprihatinan atas kenyataan individu-individu berusia belia telah mendemonstrasikan pola pikir dan tindak-tanduk bermusuhan secara terbuka melalui media sosial. Seto mengaku risau atas munculnya ekspresi permusuhan dan kebencian yang dilakukan anak-anak.

Terhadap anak yang diduga telah melakukan ujaran kebencian, LPAI berpesan kepada otoritas penegakan hukum melakukan penindakan sesuai diatur dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Anak. Penegakan hukum harus dilakukan untuk memastikan remaja tidak bebas dari tanggung jawab.

Lanjut dia, penegakan hukum pada PMA ini juga untuk meyakinkan negara tidak permisif terhadap anak-anak yang melakukan tindak-tanduk tak semestinya. Juga, untuk menangkal terciptanya prakondisi bagi anak-anak lainnya untuk meniru perbuatan salah serupa.

Melihat fakta ini, Seto menyatakan ada agenda mendesak untuk mengedukasi anak-anak agar mampu menggunakan media sosial secara cerdas dan bertanggung jawab. Keluarga, dunia pendidikan, dan masyarakat harus bersinergi menjadikan dunia maya itu sebagai wahana untuk menyemaikan semangat kebhinekaan, termasuk pada anak-anak dan remaja.

"Materi edukasinya jelas, lugas. Siapa pun, tak terkecuali anak-anak, tidak boleh menggunakan media sosial untuk menghujat, menghina, menyemburkan kebencian dan permusuhan, memfitnah, serta perilaku-perilaku disharmoni lainnya," ujar Seto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement