REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pansus Revisi Undang-undang (UU) Terorisme Muhammad Syafii menilai, kekhawatiran sejumlah pihak terkait peran keterlibatan TNI yang dinilai akan melampaui batas dalam penanganan terorisme sebagai hal yang berlebihan. Alasannya, perdebatan terkait peran TNI dalam penanganan terorisme sudah selesai sejak pemerintah bersama dengan DPR menyusun Undang-undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.
Menurut Syafii, dalam UU TNI terdapat poin salah satunya mengatur operasi militer TNI memberantas terorisme. “Jadi selain perang, salah satunya operasi militer TNI yakni memberantas terorisme. Jadi sangat berlebihan kalau ada yang mempersoalkan keterlibatan TNI, jadi perdebatan itu sudah dari dulu harusnya," kata Syafii saat dihubungi Republika pada Kamis (1/6)
Syafii juga mengakui keterlibatan TNI dalam memberantas terorisme sebelumnya dilakukan jika dalam keadaan tertentu atau kondisi darurat. Namun, jika kemudian dalam revisi UU Terorisme diatur mengenai porsi keterlibatan langsung TNI dalam penanganan terorisme seperti saat ini. Pertimbangannya, karena kejahatan terorisme dinilai sudah mengancam kedaulatan negara.
Menurutnya, terorisme saat ini sudah menjadi kejahatan luar biasa (ekstra ordinary crime) yang penanganannya juga harus luar biasa. Eskalasi serangan terorisme harus dipahami ancaman terhadap negara. “Artinya harus dipahami seperti itu. Kalau tidak, akan dilihat sebagai kriminal biasa. Cukup polisi. Tapi kalau udah ancaman terhadap kedaulatan negara. Ini pasti melibatkan seluruh rakyat Indonesia termasuk di dalamnya ada TNI. Makanya perdebatan soal itu harusnya tidak dipersoalkan lagi," katanya.
Syafii juga memastikan tidak akan tumpang tindihnya atau melampaui kewenangan kepolisian dalam proses penanganan terorisme. Sebab dalam revisi UU Terorisme tersebut, pansus DPR dan pemerintah merumuskan peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai leading sector dari penanganan terorisme.
Baik polisi dan TNI kata Romo, sapaan akrab Syafii, akan dikoordinasikan dalam satuan tugas di bawah BNPT. "Dengan fungsi itu BNPT memiliki hak untuk membuat satgas, ini nanti yang jadi pasukan BNPT dalam melakukan penindakan terhadap terorisme. Satgas ini satuannya dari TNI dan Polri," ujar anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra tersebut.
Menurutnya, BNPT juga yang nantinya akan memberi penilaian peristiwa atau kasus mana saja yang akan ditangani oleh satgas tersebut. "Misal wilayah green itu polisi aja. Yang yellow itu mungkin gabungan TNI dan polri. Kalau yang red itu TNI saja. Nah ini semua BNPT yang tentukan. Jadi yang gerak pun bukan Polri atau TNI tapi BNPT. Walapun kekuatan satuannya yang digunakan gabungan polisi dan TNI," ujarnya.