Kamis 01 Jun 2017 04:59 WIB

Kisah Soekiman, Integritas Bung Hatta: Mengapa Saya Dikecualikan?

Presiden Sukarno berbicara di depan rakyat pada 1946.
Foto:
Orang-orang yang pernah dipenjara Sukarno. Dari kiri ke kanan: Mochtar Lubis, M Yunan Nasution, HJ Princen, K.H. Isa Anshary, E.Z. Muttaqien, dan (?) di penjara Jl Keagungan, Jakarta.

Reaksi menolak pembubaran DPR dan pembentukan DPRGR muncul dari berbagai golongan, antara lain dari PWNU Kalimantan Selatan, Ketum Partai Katolik IJ Kasimo, Ketum Partai Kristen Indonesia AM Tambunan, Ketum Partai Rakyat Indonesia Bung Tomo, HMI, GPII, PII, IPPI, dan lain-lain.

Penolakan yang lebih sistematis dilakukan oleh Liga Demokrasi yang dibentuk di Jakarta pada 24 Maret 1960 oleh 15 tokoh dari berbagai partai dan ormas: I. J. Kasimo (Katolik), Faqih Usman (Masyumi), AM Tambunan (Parkindo), Sugirman (IPKI), Hamara Effendy (IPKI), Soebadio Sastrosatomo (PSI), K. H. M. Dachlan (Liga Muslimin), Hamid Algadrie (PSI), Imron Rosjadi (Ketum GP Anshor), Dachlan Ibrahim (IPKI), Anwar Harjono (Masyumi), J. R Koot (Parkindo), Mohamad Roem (Masyumi), Haji JC Princen (IPKI), dan Abdul Kadir (IPKI).

Untuk memasyarakatkan sikap penolakan terhadap pembubaran DPR dan pembentukan DPRGR, Liga Demokrasi mengutus Anwar Harjono dan Imron Rosjadi menghadiri rapat umum di Surabaya. Rapat umum itu gagal dilaksanakan karena dihalangi oleh massa pendukung Demokrasi Terpimpin. Harjono dan Rosjadi terpaksa dilarikan dari tempat acara, menghindari serbuan para pengacau yang tampaknya sengaja didatangkan.

Reaksi yang paling berwibawa, tidak syak lagi, datang dari Proklamator Mohammad Hatta. Dalam tulisannya berjudul “Demokrasi Kita” yang dimuat di majalah Pandji Masyarakat pimpinan HAMKA –majalah itu kemudian diberangus, tulisan Hatta tidak boleh diedarkan, HAMKA dijebloskan ke penjara tanpa diadili– Hatta antara lain mengatakan: “Tetapi dengan perubahan Dewan Perwakilan Rakyat yang terjadi sekarang, di mana semua anggota ditunjuk oleh Presiden, lenyaplah sisa-sisa demokrasi yang penghabisan. Demokrasi terpimpin Sukarno menjadi suatu diktator yang didukung oleh golongan-golongan yang tertentu

Tapi, Presiden Sukarno tidak peduli dengan rupa-rupa kritik berbagai kalangan. Pada 27 Februari 1961, Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia selaku Penguasa Perang Tertinggi mengeluarkan Penetapan Presiden Nomor 8/1961 tentang “Larangan Adanya Organisasi Liga Demokrasi.” Liga Demokrasi terkena tuduhan bahwa asas dan tujuannya tidak sesuai dengan Manifesto Politik (Manipol) yang telah menjadi Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement