Rabu 31 May 2017 06:00 WIB

Ingin Libatkan TNI, Kontras Sebut Pemerintah Cemas

Rep: Dian Erika Nugrahaeny/ Red: Ratna Puspita
Wakil Koordinator Kontras Puri Kencana Putri.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Wakil Koordinator Kontras Puri Kencana Putri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Puri Kencana Putri mengatakan instruksi Presiden Joko Widodo untuk memberi ruang kepada TNI dalam pemberantasan terorisme mengisyaratkan pemerintah cemas terhadap kondisi kebangsaan terkini. Apalagi sebelumnya, Presiden Joko Widodo beberapa kali melontarkan kata-kata khas seperti 'gebuk'. 

Puri menjelaskan permintaan Presiden lantas direproduksi oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto dengan kata total dan keras untuk penanganan terorisme. 

"Ini merupakan bentuk kecemasan pemerintah," kata Puri dalam konferensi pers koalisi masyarakat sipil menolak keterlibatan TNI dalam penanggulangan terorisme di Jakarta, Selasa (30/5) malam. 

Puri pun mengkritisi sikap pemerintah yang ingin memasukkan TNI dalam penganan terorisme. Dia pun mengingatkan rencana serupa pernah digulirkan oleh pemerintah pada 1998.

Saat itu, Wiranto yang menjabat sebagai menteri pertahanan dan panglima ABRI menawarkan konsep RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya. Rancangan itu ingin menempatkan TNI/ABRI dalam posisi terdepan kalau negara dalam kondisi terancam. 

RUU ini sempat ditentang oleh beberapa pihak, termasuk mahasiswa. "Kondisi ini seolah mengingatkan kepada 19 tahun lalu di mana Wiranto ingin kembali memasukkan TNI dalam penegakan hukum. Sebaiknya pemerintah hati-hati menyikapi wacana ini," ujar Puri. 

Sebab, dia menyatakan, pemerintah seolah tidak memiliki indikasi khusus terhadap kondisi darurat, bahaya, dan terorisme. Wacana percepatan penuntasan RUU Antiterorisme pun seolah menguat setelah adanya teror bom di Kampung Melayu.

"Jangan-jangan yang disebut kelompok teror adalah negara itu sendiri sebab menciptakan aturan yang memiliki nilai jual kepada masyarakat," kata Puri.

Presiden Joko Widodo ingin agar pembahasan revisi Undang-Undang Antiteror segera rampung. Indonesia sangat memerlukan aturan tersebut sebagai payung hukum yang memudahkan aparat bertindak di lapangan. 

"Berikan kewenangan TNI untuk masuk di dalam RUU ini, tentu saja dengan alasan-alasan yang saya kira Menkopolhukam sudah siapkan untuk ini," kata residen saat memimpin Rapat Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (29/5).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement