REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk pertama kalinya mendapatkan penghargaan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari badan pemeriksa keuangan (BPK). Penghargaan tersebut diraih Kejagung berdasarkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) untuk anggaran tahun 2016.
"Ini patut kita syukuri, pemerintah pusat sejak 14 tahun lalu untuk pertama kali mendapatkan opini WTP," ujar Jaksa Agung Muhammad Prasetyo di Kejaksaan Agung, Selasa (30/5).
Penghargaan opini WTP tentang laporan keuangan untuk pertama kali diraih oleh Kejagung. Prasetyo berharap agar penghargaan ini dapat memotivasi jajarannya dan lembaga penegak hukum dalam mengelola keuangan negara.
"Kejagung punya kewajiban jadi panutan dalam tupoksi sebagai penegak hukum, meningkatkan pelayanan hukum prima kepada masyarakat, salah satunya yang harus dilakukan dengan pengelolaan keuangan negara secara benar dapat dipertanggungjawabkan dengan menghindari pemborosan dan penyelewenangan," jelasnya.
Oleh karena itu, dia berharap agar Kejagung kedepan dapat berupaya terus dalam langkah-langkah perbaikan peningkatan kinerja. Karena ia menilai dengan audit BPK maka semua kementrian dan lembaga diharapkan dapat melakukan pengelolaan keuangan negara dengan lebih bertanggungjawab.
"Ini juga sekaligus kontrol agar keuangan negara dilakukan dengan tertib dan dapat dipertanggung jawabkan serta nilai kewajaran dan kepatutan," kata Prasetyo.
Anggota I Badan Pemeriksa Keuangan, Agung Firman Sampurna mengatakan penghargaan opini WTP tersebut didapatkan Kejagung karena dianggap telah berhasil memperbaiki kualitas laporan keuangan tahun 2015. Karena menurutnya dalam laporan keuangan Kejagung tahun 2015 didapatkan akun-akun yang dikecualikan dalam opini BPK pada saat itu.
"Saat ini laporan keuangan kejaksaan wajar dalam semua hal yang berkaitan dengan material, posisi keuangan kejaksaan 31 Desember 2016 dan realisasi anggaran operasional serta perubahan ekuitas sesuai dengan standar akuntasi pemerintah. Dengan demikian maka opini atas laporan keuangan kejaksaan 2016 adalah wajar tanpa pengecualian," kata Agung.
Akan tetapi lanjut dia, dengan didapatkan opini WTP ini bukan berarti laporan Kejagung dianggap bebas dari kesalahan. Tetap masih ditemukan beberapa kelemahan dalam SPI maupun permasalahan ketidakpatuhan pada peraturan perundangan yang perlu diperbaiki.
"Kelemahan sistem penanganan internal yang jadi perhatian kami adalah pengelolaan penerimaan negara bukan pajak dari denda dan biaya perkara tilang yang belum memadai sehingga rawan penyalahgunaan," kata Agung.
Kemudian kelemahan kedua pada penataan pengelolaan rekening titipan tidak memadai yang mengakibatkan perancang dana rekening titipan rawan penyalahgunaan. Dan kelemahan yang ketiga dalam upaya pengendalian internal dan upaya penagihan uang dan pinjam yang belum optimal.