Ahad 28 May 2017 23:53 WIB

Cara Unik Agar Pemuda Jepang Berminat Jadi Nelayan

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Dwi Murdaningsih
  Nelayan Jepang berburu lumba-lumba di Taiji, Selasa (21/1).
Foto: AP/Sea Shepherd Conservation Society
Nelayan Jepang berburu lumba-lumba di Taiji, Selasa (21/1).

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO – Jepang dikenal luas sebagai negara yang gemar mengonsumsi ikan. Namun, profesi nelayan di Negeri Matahari Terbit kian kurang mendapatkan perhatian publik.

Nikkei Asian Review, Ahad (28/5), melaporkan, komunitas nelayan Jepang khawatir apabila generasi muda semakin kurang tertarik pada profesi ini. Bisa jadi, di masa depan Jepang justru mengimpor ikan, alih-alih memproduksinya langsung.

Untuk itu, para nelayan di Ishinomaki membuat gerakan yang cukup unik: “Alarm Pagi Pertama di Dunia: Telepon dari Nelayan.”

Ringkasnya, nelayan akan menelepon para pelanggan layanan ini setiap pagi agar mereka tidak telat memulai beraktivitas. Layanan wake-up calls ini sekaligus juga membangunkan kesadaran generasi muda akan pentingnya profesi nelayan.

Jepang mengalami masalah depopulasi yang cukup serius. Kebanyakan nelayan di negara tersebut merupakan orang-orang tua yang menjelang usia non-produktif. Apalagi, musibah tsunami pada 2011 lalu berdampak besar bagi penurunan jumlah nelayan. Tidak sedikit yang menjadi korban jiwa akibat terhisap ombak besar ketika bencana dahsyat itu terjadi.

Ishinomaki termasuk kota pesisir di Jepang yang menderita banyak kerugian lantaran tsunami 2011. Sensus tahun 2013 menunjukkan, kota ini berpenduduk total 145 ribu jiwa. Jumlah nelayan dalam lima tahun terakhir menurun sekitar 37,3 persen, yakni dari sebanyak 3.363 orang menjadi 2.107 orang.

Untuk lingkup nasional, jumlah nelayan Jepang dalam 10 tahun terakhir juga mengalami penurunan signifikan. Pada 2016, ada sekitar 160 ribu nelayan. Pada 2010 lalu, jumlahnya masih sekitar 203 ribu nelayan.

Juru bicara komunitas nelayan Jepang, Hinako Adachi, mengatakan, layanan “wake-up calls” tersebut merupakan salah satu bentuk promosi sosial. Tujuannya meningkatkan kesadaran publik akan pentingnya regenerasi profesi nelayan. Sebab, lanjut dia, pada umumnya generasi muda masih menganggap nelayan sebagai pekerjaan bagi orang-orang tua atau profesi yang cukup berbahaya tetapi dengan bayaran seadanya.

“Anggapan itu cukup menjauhkan generasi muda dari profesi ini. Dan kami merasa, ini mesti diubah,” ujar Adachi kepada Nikkei Asian Review, Ahad (28/5).

Seorang nelayan Jepang umumnya bangun pagi-pagi atau sebelum matahari terbit. Dengan layanan “wake-up calls”, nelayan akan menelepon sejumlah pelanggan yang rata-rata berusia muda.

Harapannya, percakapan telepon antara nelayan dan pelanggannya tidak hanya berhasil membentuk kebiasaan bangun pagi, melainkan juga pengertian di antara keduanya. Setidaknya, empati dari para pemuda bahwa profesi nelayan memiliki narasi dan etos kerja yang baik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement