Sabtu 27 May 2017 18:16 WIB

'Bendung Radikalisme, Seluruh Agama Harus Bersatu Kuatkan Bhinneka Tunggal Ika'

Aksi radikalisme (ilustrasi)
Foto: indianmuslimobserver.com
Aksi radikalisme (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia kembali diguncang aksi teror bom di Kampung Melayu, Rabu (24/5). Aksi biadab itu tidak lain adalah untuk mengacaukan keutuhan NKRI dan diakui dilakukan oleh kelompok ISIS, yang selalu menggunakan ajaran agama islam sebagai pembenaran. Padahal ajaran kekerasan ala ISIS, jelas bukan ajaran islam.

Untuk itu, seluruh agama yang di Indonesia harus bersatu dan berkolaborasi dan terus menguatkan nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika dalam menghadapi ancaman intoleransi berupa radikalisme dan terorisme. Ajakan itu disampaikan oleh Sekretaris Komisi Hubungan Antar Umat Beragama (HAK) Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Romo Agustinus Ulahayanan.

"Marilah kita bersama membangun 'jembatan' dalam memperkuat keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Terutama buat pemuka agama, yang seharusnya terus menggaungkan kekuatan perbedaan dengan pemahaman agama yang benar, bukan malah 'berteriak' mau menghancurkan satu sama lain," ujar Romo Agustinus di Jakarta, Jumat (26/5).

Menurutnya, semua harus sepakat bahwa gerakan agama yang akan menghancurkan 'jembatan' perdamaian antarumat beragama harus dihancurkan. Untuk melakukan itu, harus ada pendidikan agama dan karakter yang kuat, pendidikan Pancasila, dan budi pekerti.

Ia optimistis bila penguatan nilai agama, pancasila, dan budi pekerti bisa dilakukan, 'serangan' radikalisme dan terorisme akan sulit merobohkan pondasi NKRI. Menurutnya ada tiga tahap pencegahan radikal terorisme yaitu pencegahan, penghentian dan pemulihan yang bisa dilakukan dalam beberapa langkah yaitu pendidikan dan pembudayaan, penegakan nilai, norma dan identitas, sterelisasi lingkungan, inklusifitas, kerohanian, bermartabat, berdayaguna, bermitra

"Pendidikan budaya dan nilai multi kultural dengan aneka macam budaya. Bagaimana kita menghargai kalau kita tidak tahu. Bagaimana kita tahu kalau kita tidak mencari tahu. Perlu kita membangun 'jembatan' bukan tembok melalui pendidikan multi kultural atau pendidikan lintas agama," jelas Romo Agustinus.

Hal senada diutaran Ketua Hubungan Antar Lembaga dan Komunikasi Publik Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat, KS Arsana. Ia menegaskan komunikasi sangat penting untuk menghilangkan kesalahpahaman karena semua agama mengajarkan manusia tumbuh seperti dari ulat menjadi kupu-kupu.

"Terorisme adalah tindakan kekerasan untuk kepentingan pelaku teror. Pelaku teror tidak memiliki agama karena agama apapun tidak mengajarkan teror," tukasnya.

Menurutnya dalam agama hindu, teorisme bertentangan dengan nilai kebajikan dan fitrah sebagai manusia. Untuk mencegahnya harus dilakukan penerapan dini kepada anak-anak kita tentang cinta kasih dan penghargaan terhadap perbedaan. Selain itu harus terus dibangun kesadaran bahwa manusia itu bersaudara.

"Hargai pilihan hidup orang lain. Perbedaan membuat kita melatih diri untuk menghargai orang lain. Majelis agama bukan hanya menjadi kerangkeng dalam agama kita sendiri. Majelis agama bisa bekerjasama dengan Kementerian Agama kedepan untuk masalah kemanusiaan," katanya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement