REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Bangsa Indonesia akhir-akhir ini menghadapi radikalisme dan intoleransi yang ancaman perpecahan. Karena itu segenap anak bangsa, terutama generasi muda harus segera bangkit dan berpikir cerdas dalam menyikapi apa yang terjadi ini demi untuk menyelamatkan NKRI.
"Ini sesuatu yang menyedihkan. Kita tengah mengalami kemunduran. Seharusnya kita semua sadar bahwa Indonesia dibangun dan merdeka atas perjuangan seluruh bangsa dari Sabang sampai Merauke, bukan perjuangan kelompok tertentu. Memang dulu saat perang kemerdekaan, orang bertanya agamanya apa? Yang ada semua bersatu demi Indonesia Merdeka. Sekarang sudah merdeka 72 tahun, kita kok malah gampang dipecah-belah," ujar eks vokalis Cokelat, Kikan Namara di Semarang, Rabu (17/5) malam.
Kikan yang dikenal sering menggelorakan semangat nasionalisme dalam lagu-lagunya, menilai langkah-langkah kelompok yang ingin memecah NKRI dengan dalil radikalisme dan intoleransi sudah sangat mengkhawatirkan. Ia juga menilai orang-orang atau kelompok yang menggaungkan isu intoleransi adalah pribadi yang tidak cerdas dalam menyikapi keberadaan Indonesia dengan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika-nya. Karena itu ia mengajak seluruh pihak, untuk tidak menjadi generasi apatis yang tidak akan menyelesaikan apa-apa.
"Sebentar lagi kita akan memperingati Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei. Ayo dong gerak melakukan sesuatu untuk menyelamatkan bangsa ini dari berbagai upaya pecah belah. Jangan hanya bisa 'teriak' dan mengumandangkan slogan-slogan saja, tapi buktikan dengan tindakan sesuai profesi masing-masing. Juga mari kita introspeksi apa yang sudah kita berikan ke bangsa ini dengan memberikan kontribusi nyata, bukan malah 'berkelahi' sesama bangsa terutama media sosial," imbuh Kikan.
Kontribusi nyata itu, lanjut Kikan yang juga Ambasador Duta Damai Dunia Maya 2017 ini, tidak perlu dengan hal-hal besar, tapi dengan kontribusi di sekitar lingkungan sekitar. Ia juga mengajak semua pihak untuk bersikap arif dan bijaksana dalam menggunakan media sosial. Pasalnya, apa yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini akibat propaganda radikalisme dan intoleransi yang kini media sosial (dunia maya).