REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Presiden Joko Widodo menegaskan umat Islam adalah korban terbanyak dari konflik dan radikalisme terorisme. Jokowi mengatakan hal itu dalam forum Arab Islamic American Summit di King Abdul Aziz International Convention Center Riyadh, Arab Saudi, Ahad (21/5).
Jokowi mengatakan, jutaan umat Muslim harus keluar dari negaranya untuk mencari kehidupan yang lebih baik dan jutaan generasi muda kehilangan harapan masa depannya. Presiden mengatakan kondisi tersebut justru membuat anak-anak muda frustrasi dan marah. "Rasa marah dan frustasi ini dapat berakhir dengan muculnya bibit-bibit baru ektremisme dan radikalisme," jelasnya.
Jokowi mengatakan sejarah mengajarkan bahwa senjata dan kekuatan militer saja tidak akan mampu mengatasi terorisme. "Pemikiran yang keliru hanya dapat diubah dengan cara berpikir yang benar," katanya.
Indonesia meyakini pentingnya menyeimbangkan pendekatan hard-power dengan pendekatan soft-power. "Selain pendekatan hard-power, Indonesia juga mengutamakan pendekatan soft-power melalui pendekatan agama dan budaya," jelasnya.
Presiden mengungkapkan untuk program deradikalisasi, misalnya, otoritas Indonesia melibatkan masyarakat, keluarga, termasuk keluarga mantan nara pidana terorisme yang sudah sadar; dan organisasi masyarakat. Untuk kontra radikalisasi, Jokowi mengatakan, pihaknya merekrut para netizen muda dengan follower yang banyak untuk menyebarkan pesan-pesan damai.
"Kita juga melibatkan dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama untuk terus mensyiarkan Islam yang damai dan toleran," katanya.