REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk pemilu dan demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan UU Pemilu dalam standar internasional adalah kerangka, pintu masuk Pemilu yang jujur dan adil (Jurdil), demokratis. Karenanya penting agar RUU Pemilu yang masih dibahas DPR RI segera disahkan menjadi UU Pemilu.
"Supaya KPU cukup waktu adaptasi, partai politik punya waktu mempersiapkan diri veriifkasi dan kontestasi. Serta pemilih cukup waktu mempelajari," ujar Titi dalam diskusi di Menteng, Jakarta, Sabtu (20/5).
Titi menjelaskan sangat krusial merampungkan RUU Pemilu tepat waktu di tengah dua kali target meleset. Awalnya, pembahasan ditargetkan selesai April 2017 dan sekarang Mei 2017. Titi berpendapat penting sekali menyelesaikan pembahasan tepat waktu sekaligus agar menjawab keluhan kinerja DPR.
Selama ini, kata dia, selalu ada pertanyaan terkait kualitas kinerja DPR. Kalaupun harus ada voting, kata dia, maka harus dilakukan voting secara terbuka, sehingga publik bisa tahu akuntabilitas DPR mengambil keputusan.
"Karena 2012 disiarkan langsung, kalau sekarang voting tertutup, sangat mencederai semangat keterbukaan yang diagaungkan pemerintah dan DPR," ujarnya.
Titi mengatakan parlemen punya waktu terbatas, tidak boleh mepet dengan tahapan berikutnya yang harus dipersiapkan. Ia juga meminta Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu menghindari isu-isu kontraproduktif, kontroversial. Ia mencontohkan terkait isu dana saksi.
Alih-alih mendapat penjelasan soal skema, kegiatan dana kampanye, justru yang ada berdebat tidak habis soal dana saksi. Kecuali, hal itu, kata dia, untuk mengalihkan isu. "Belum lagi seleksi DPD oleh DPRD. Kembalilah ke koridor, bagaimana meningkatkan tata kelola, tahapan," katanya.
Ia menambahkan menaikkan threshold tak jadi solusi penyederhanaan sistem kepartaian. Keberadaan threshold itu hanya akan menimbulkan masalah hukum setelah disahkan jadi UU. Terakhir, penegakkan hukum yang sungguh-sungguh juga menjadi solusi. Selain itu, rekrutmen yang berbasis ideologi kepartaian. Itulah yang dinantikan dari UU Pemilu.
Diketahui, alasan molornya RUU Pemilu lantaran mengalami kebuntuan di antaranya soal ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold), ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dan sistem Pemilu.