Jumat 19 May 2017 17:36 WIB

49 Jerat Harimau Aktif Ditemukan di TNKS

Harimau Sumatra yang hidup di hutan tropis Sumatra.
Foto: pixabay
Harimau Sumatra yang hidup di hutan tropis Sumatra.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Tim Pelestarian Harimau Sumatra Kerinci Seblat menemukan 49 jerat harimau aktif di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) pada 2016 sebagai indikasi perburuan hewan yang dilindungi tersebut semakin gencar dilakukan .

"Pernah ketika tim kami melakukan patroli dari lima orang yang berangkat, empat petugas yang ada malah terjerat perangkap harimau, dan lokasi pemasangan semakin jauh ke dalam hutan," kata Field Manajer Pelestarian Harimau Sumatra Kerinci Seblat, Hamidi di Padang, Jumat (19/5).

Ia menyampaikan hal itu pada rapat pembahasan program pokja pengamanan dan perlindungan kawasan TNKS wilayah Sumbar menindaklanjuti nota kesepahaman Balai Besar TNKS dengan empat Polda.

Menurutnya dalam empat tahun terakhir temuan jerat harimau aktif tertinggi terjadi pada 2015 sebanyak 76 jerat, 2013 63 jerat dan 2014 61 jerat. "Jerat harimau aktif tersebut langsung dibongkar oleh petugas begitu ditemukan," katanya.

Ia menerangkan jerat yang ditemukan dalam bentuk tali sling yang dikaitkan ke tanah dan pepohonan dan biasanya dipasang di jalur perlintasan harimau.

Selain itu pada 2016 sejumlah pelaku kegiatan ilegal juga terekam kamera otomatis yang dipakai untuk memantau harimau Sumatera di area Muko-Muko, Kerinci dan Merangin.

Kemudian berdasarkan kamera tersebut juga terpantau seekor harimau yang kaki kiri depannya buntung akibat jerat harimau dan hingga saat ini hewan tersebut terpantau masih hidup di wilayah Muko-Muko bagian utara. "Harimau yang cacat ini bisa menimbulkan konflik dengan manusia," ujar dia.

Akan tetapi sejak tertangkapnya sindikan perburuan dan penangkapan harimau Sumatera di Muko-Muko jumlah temuan jerat harimau aktif mengalami penurunan, lanjut dia.

Menurut dia berdasarkan temuan tim patroli peredaran satwa liar dilindungi tidak mengenal lintas batas karena bisa melintasi kabupaten dan provinsi. "Tingginya perburuan harimau karena dipengaruhi oleh permintaan pasar gelap internasional khususnya untuk jenis satwa harimau dan masuk dalam kategori kejahatan terorganisasi," ujar dia.

Oleh sebab itu ia menilai kejahatan pada satwa liar dilindungi harus serius dilakukan dan tidak bisa sepihak sehingga perlu koordinasi karena bersifat lintas provinsi.

Ia menambahkan penangkapan pelaku di satu daerah bisa dilakukan pengembangan ke daerah lain dengan menggali keterangan dari hasil penyidikan, barang bukti dan pengakuan pelaku.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement