Kamis 18 May 2017 20:44 WIB

Letusan Meriam dan Isak Tangis Bunda Antar Heru ke Peristirahatan Terakhir

Roket 70 Grad penghancur ditembakkan dari Bandara Kasiguncu ke arah koordinat Gunung Biru saat kegiatan PPRC dimulakan, di Poso Pesisir, Poso, Sulawesi Tengah, Selasa (31/3).
Foto: Antara/Zainuddin MN
Roket 70 Grad penghancur ditembakkan dari Bandara Kasiguncu ke arah koordinat Gunung Biru saat kegiatan PPRC dimulakan, di Poso Pesisir, Poso, Sulawesi Tengah, Selasa (31/3).

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Marjuni tak kuasa menahan tangis ketika peti kayu berselimut kain berwarna merah putih yang dipanggul delapan orang pria berseragam loreng itu memasuki Taman Makam Pahlawan Kusuma Bangsa Lolong Padang, Sumatra Barat.

Perempuan paruh baya itu tidak pernah menyangka akan berpisah dengan anak sulungnya Kapten Arh Anumerta Heru Bahyu secepat itu, beberapa hari sebelumnya ia masih sempat berkomunikasi lewat telepon. Ia berusaha tegar sembari mengucap lafaz kalimat tahlil laailahaillallah dengan bibir bergetar dan terisak.

Tak lama kemudian letusan terdengar dari moncong senjata laras panjang yang diletuskan regu penembak salvo. "Anak ibu.., Heru anak ibu, semoga Heru masuk surga ya nak," ucap Marjuni lirih mencoba tegar mengikuti pemakaman putranya yang meninggal akibat ledakan meriam latihan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat di Natuna, Kepulauan Riau.

Upacara pelepasan secara militer itu diikuti bersama menantu kesayangannya, Yona Tristiana dan keluarga besar. Ketika peti kayu yang diselimuti bendera merah putih diletakkan di bibir liang lahat, upacara dimulai.

Letkol Kav Asep Solihin bertindak sebagai pemimpin upacara langsung melakukan pelepasan jenazah yang gugur dalam tugas negara tersebut.  Marjuni bersama keluarga mengikuti prosesi upacara pelepasan secara militer yang digawangi oleh Korem 032 Wirabraja dan Kodim 0312 Padang tersebut dengan khidmat.

Ketika peti yang membawa jasad anaknya perlahan-lahan memasuki liang lahat diiringi letusan tembakan kedua dari regu salvo. Ia berlari mendekat ke liang tersebut. Tak ingin dilepaskannya momen terkahir untuk melepas kepergian anak kandungnya itu.

"Anak Ibu.....,anak ibu....," hanya kata itu yang keluar dari mulutnya sembari mengeluarkan air mata kepedihan.

Marjuni didampingi suaminya Bahri (59 tahun), harus merelakan kepergian anak pertama mereka. Anak yang mereka beri nama Heru Bahyu itu gugur ketika menjalankan tugasnya sebagai seorang prajurit bangsa dalam usia yang masih terbilang muda.

Mereka tidak pernah berangan-angan anak yang menjadi kebanggaan keluarga lebih dahulu bertemu dengan Sang Pencipta. Terakhir anaknya pamit ingin mengikuti kegiatan di Pulau Natuna. Tiga hari yang lalu tepatnya, anaknya berkomunikasi dengan ibu empat orang anak itu.

"Heru mengatakan akan mengikuti latihan perang di Pulau Natuna dan ia hanya pamit dengan ibunya saja melalui telepon," kata Bahri.

Baca: Ini Kronologi Gugurnya 4 Prajurit PPRC TNI di Natuna

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement