Rabu 17 May 2017 19:30 WIB

Presiden Diminta Tanggapi Deklarasi Minahasa Merdeka

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Andi Nur Aminah
Pengamat hukum tata negara Universitas Khairun, Ternate, Margarito Khamis.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pengamat hukum tata negara Universitas Khairun, Ternate, Margarito Khamis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum tata negara Margarito Kamis menilai, deklarasi Minahasa Merdeka hanya sekadar ekspresi kekecewaan atas ditahannya Ahok setelah dinyatakan bersalah dalam kasus penistaan agama. Apalagi, setelah mereka merasa Presiden Joko Widodo yang merupakan sahabat Ahok, tidak melakukan upaya untuk membebaskan sang gubernur non aktif.

Maka dari itu, menurutnya Jokowi harus mencari cara untuk membebaskan Ahok, yang tentunya sesuai prosedur hukum. Namun, jika tidak ditemukan cara tersebut, maka Jokowi harus menjelaskan kepada para pendukung Ahok, tidak ditemukan cara yang sah secara hukum untuk menbebaskannya.

"Sebaiknya Jokowi temukan cara tertentu yang benar secara hukum untuk bebaskan Ahok, sebagai sahabat atau sebagai presiden terserah. Kalau tidak ditemukan, presiden sendiri atau tugaskanlah kepolisian datangi orang yang mendeklarasi itu, jelaskan kepada mereka bahwa tidak menemukan cara yang sah secara hukum untuk membebaskan Ahok," kata Margarito saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (17/5).

Menurut Margarito, Jokowi tidak bisa hanya membiarkan gerakan yang mendeklarasikan Minahasa Merdeka tersebut. Sebab, menurutnya jika deklarasi tersebut dibiarkan, akan menimbulkan persepsi lain yang lebih fatal. Yakni persepsi kalau pendukung Ahok dibiarkan, tapi mereka yang kontra Ahok dianggap makar.

"Jangan sampai persepsi seperti itu muncul di publik karena membahayakan Negara Kesatuan Republik Indonesia," ucap Margarito.

Sebelumnya, sekelompok orang mendeklarasikan berdirinya negara Minahasa di Provinsi Sulawesi Utara. Bahkan, ada beberapa orang dari mereka yang mengibarkan bendera Minahasa Raya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement