Rabu 17 May 2017 07:27 WIB

Menaker: Tenaga Kerja Indonesia Harus Ikuti Perkembangan Teknologi

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Angga Indrawan
Tenaga kerja terampil Indonesia - ilustrasi
Tenaga kerja terampil Indonesia - ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri menyoroti dunia industri yang kian dinamis dan pesat. Tenaga kerja Indonesia dinilai harus mempersiapkan diri sesuai dengan perkembangan yang ada.  

 

Hanif mengatakan perkembangan teknologi saat ini berimbas terhadap berubahnya karakter pekerjaan. “Jika demikian mau tidak mau kemampuan SDM (sumber daya manusia) juga harus berubah mengikuti perkembangan,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (16/5).

Menaker juga mengajak semua pihak bersama mendorong peningkatan akses dan mutu pelatihan kerja di balai latihan kerja (BLK) agar SDM menjad terampil sehingga bisa masuk ke pasar kerja. Sebab, kata dia, apabila SDM Indonesia memiliki keterampilan yang cukup dan sesuai dengan perkembangan zaman, akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang baik sehingga dapat mengurangi kemiskinan, kesenjangan sosial dan pengangguran.

 

"Pemerintah terus berupaya memastikan investasi SDM melalui pendidikan formal dan pelatihan kerja sejalan dengan kebutuhan dan perubahan," kata Hanif.

 

Sayangnya, menurut Hanif, lembaga pendidikan Indonesia belum sepenuhnya menyesuaikan kurikulum atau kejuruan dengan kebutuhan dan perubahan karakter pekerjaan. Hal ini menyebabkan banyak lulusan pendidikan formal tidak terserap pasar kerja karena tidak adanya jaringan dan penyesuaian antara penawaran dan permintaan.

Dia menyebut selain perubahan karakter pekerjaan akibat perkembangan teknologi, tantangan lain yang harus menjadi perhatian bersama adalah kemiskinan, kesenjangan sosial dan pengangguran. Untuk menjawab persoalan tersebut perlu adanya peningkatan kompetensi dan keterampilan SDM melalui pelatihan kerja di BLK.

Untuk itu, Hanif meminta BLK jangan mensyaratkan batasan pendidikan dan umur. Sebab, jika syarat itu masih diberlakukan maka menyulitkan masyarakat untuk mendapatkan pelatihan di BLK. “Kita memprioritaskan mereka yang berpendidikan SMP ke bawah yang angkanya mencapai sekitar 60 persen dari total jumlah angkatan kerja,” ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement