Rabu 17 May 2017 07:17 WIB

Pengamat: Perbaikan Pasal Penodaan Agama demi Kepastian Hukum

Rep: Dian Erika / Red: Angga Indrawan
Pendukung terpidana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) melakukan aksi menyalakan lilin solidaritas di Lapangan Banteng, Jakarta, Sabtu (13/5)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Pendukung terpidana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) melakukan aksi menyalakan lilin solidaritas di Lapangan Banteng, Jakarta, Sabtu (13/5)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fikar Hajar, mengatakan pasal 156a KUHP soal penodaan agama sebaiknya diperbaiki. Hal ini bertujuan menegaskan kepastian hukum dari adanya pasal tersebut.

Abdul mengakui bahwa pasal tersebut merupakan pasal karet. Namun, pasal ini tetap masih merupakan hukum positif yang berlaku di Indonesia. "Pasal ini harus diperbaiki agar ada kepastian hukumnya," ujarnya ketika dikonfirmasi, Selasa (16/5).

Dia melanjutkan, jika ditelusuri sejarahnya, keberadaan pasal penodaan agama berujung kepada kesimpulan bahwa pasal tersebut masih tetap harus ada. Dengan kata lain, harus ada koridor hukum yang dapat menjaga kerukunan umat beragama, saling menghormati dan menghargai dalam kebhinekaan.

Abdul juga berpendapat, keberadaan pasal 156a masih diperlukan untuk membedakan antara kebebasan berpikiran dan berpendapat dengan penistaan terhadap agama. Adapun bentuk perbaikan yang disarankan dalam pasal tersebut yakni memperjelas batasan tindakan atau perkataan mengenai penodaan agama.

Abdul mencontohkan, tindakan yang dimaksud yakni membakar kitab suci atau menafsirkan isi kitab suci padahal yang bersangkutan bukan merupakan pemeluk agama tersebut. "Yang pasti parameter pasal 156a adalah apakah 'perbuatan' itu mengganggu ketertiban umum atau meresahkan masyatakat atau tidak," tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement