REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI akan menggelar acara bertajuk Jakarta Geopolitical Forum (JGF). Acara diskusi untuk membahas banyak hal strategis tersebut diadakan pada 18-20 Mei 2017 di Jakarta.
Menurut Gubernur Lemhannas Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo, JGF digelar sebagai upaya bersama untuk membahas berbagai permasalahan strategis nasional maupun yang sifatnya global. Acara tersebut merupakan rangkaian dari HUT ke-52 Lemhannas dengan tema "Geopolitics in a Changing World 2017".
"Kita mengundang para pakar nasional, regional, dan internasional untuk menyampaikan gagasan mereka dan untuk saling belajar membahas berbagai permasalahan, mulai dari geopolitik, keamanan, sampai ekonomi," kata Agus di sela-sela acara Coffee Morning Lemhannas di kantor Lemhannas, Jakarta, Senin (15/5).
Gagasan dari para peserta JGF sangat penting untuk memberi masukan terhadap semua pihak, baik itu pemerintah maupun swasta. "Adanya saling pengertian dan pemahaman akan menumbuhkan perdamaian," kata Agus.
Oleh karena itu, peserta yang diundang dalam forum ini berasal dari beragam berlatar belakang, termasuk asal negaranya. Agus mengakui JGF ada sedikit kesamaan dengan Shangrila Dialogue yang digelar rutin di Singapura. Namun, JGF memiliki perbedaan dari sisi peserta dan hasil dari forum tersebut.
"JGF adalah forum akademik. Karena itu di JGF tidak untuk mencari kebijakan tapi eksplorasi atas suatu masalah dari sisi akademik," kata Agus.
Bahkan, dari acara tersebut tidak akan menelurkan suatu deklarasi. JGF hanya akan mengeluarkan hasil kajian yang dibahas oleh para pakar. "Apa saja pandangan orang dari perspektif yang berbeda. Ini untuk memberikan keseimbangan dengan yang digelar di Shangrila Dialogue. JGF memberi ciri yang lain," katanya.
Agus menambahkan, era globalisasi saat ini bisa menjadi pencair hubungan antarbangsa dan antarnegara, sistem nasional mana yang lebih efektif. Masing-masing negara tentu saja menginginkan sistem nasionalnya yang dirujuk negara lain. "Di sinilah akan ada perebutan kepentingan nasional," kata Agus.
Menurut Agus, di era globalisasi tidak bisa mengatakan ada negara yang baik untuk membantu Indonesia. Akan tetapi juga tidak bisa selalu bersikap curiga. Sikap yang tepat adalah kita harus siap bersaing dengan negara lain.
Wakil Gubernur Lemhannas Marsekal Madya TNI Bagus Puruhito menambahkan, era globalisasi menyebabkan pudarnya batas-batas fisik negara karena ide dan gagasan sudah melewati sekat tersebut. Namun, katanya, era borderless ini membuat kita harus hati-hati. "Dan kita mesti berpihak pada diri sendiri," kata Bagus.