REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) ikut menyikapi kondisi bangsa yang akhir-akhir ini menunjukkan gejala yang mengarah kepada terjadinya keretakan bangsa. Khususnya pascaputusan Mejelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara kepada Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan vonis dua tahun penjara.
Para pendukung Ahok melakukan berbagai aksi unjuk rasa atas putusan vonis tersebut. Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi menyampaikan aspirasi permohonan penangguhan penahanan adalah sah-sah saja sepanjang hal tersebut sesuai dengan ketentuan hukum dan dilakukan dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum. "Semua pihak harus menghormati keputusan hakim dan percaya kepada mekanisme hukum yang berlaku di negara kita," ujarnya, semalam.
Begitu juga, kata dia, semua pihak harus menghormati proses hukum yang sekarang sedang berjalan yaitu langkah hukum yang sedang ditempuh Ahok untuk mengajukan banding. MUI sangat prihatin jika ada yang ingin menarik pihak asing untuk masuk dan intervensi ke dalam wilayah hukum negara Indonesia.
"Hal tersebut merupakan bentuk pengingkaran dan pelecehan terhadap kedaulatan hukum kita. Mari kita jaga kedaulatan hukum kita, demi kehormatan dan marwah bangsa kita," kata Zainut.
Menurut dia, semua pihak hendaknya dapat menahan diri untuk tidak semakin memperkeruh suasana. Zainut bahkan memohon kepada seluruh masyarakat untuk lebih arif dalam menyikapi situasi ini, jangan mudah terprovokasi oleh hasutan, fitnah dan ajakan jahat. "Jangan karena alasan ingin memperjuangkan NKRI justru persaudaraan kita sebagai bangsa terciderai. Dan jangan pula karena ingin memperjuangkan kebinekaan tapi justru wajah bangsa kita semakin terpecah belah," ujarnya.