REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Dorongan beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) terkait upaya penghapusan Undang-Undang (UU) Nomor 1/PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama mendapat respons dari Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin.
Menurut Lukman, dasar alasan untuk menghapus aturan penodaan agama harus kuat. Dia mengatakan, kalau negara tidak memiliki payung hukum tentang penodaan agama, nanti malah menyulitkan ketika akan menangani kasus seperti itu.
"Begini kita harus melihat dulu alasan apa undang-undang, pasal-pasal terkait penodaan agama karena kalau sama sekali tidak ada hukum norma yang mengatur tentang kasus penodaan agama, lalu bagaimana kita menyelesaikan kasus-kasus diduga penodaan agama?" kata Lukman dalam dialog di selaka Kongres Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) ke-XIX di Aula Asrama Haji Kota Palu, Senin (15/5).
Lukman menilai, kehidupan masyarakat Indonesia yang terdiri berbagai suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) harus dijaga dengan aturan yang wajib diataati. Hal itu supaya ketika muncul kasus bisa langsung diselesaikan menggunakan instrumen hukum.
"Apalagi realitas kita sekarang keberagaman kita ini, menurut hemat saya perlu hukum yang bisa mengatur bagaimana silang sengketa penodaan agama harus dibawa ranah hukum. Kalau dibawa ranah hukum perlu undang-undang perlu ada kesepakatan bersama menjadi acuan menyelesaikan kasus-kasus penodaan agama," ujar politikus PPP tersebut.
Lukman menambahkan, ide untuk menghilangkan payung hukum terkait penodaan agama tidak bisa dilakukan sembarangan. Dia juga merasa perlu hati-hati dalam menilai UU Penodaan Agama yang dituding pemberlakuannya melanggar hak asasi manusia (HAM).
"Saya merasa perlu hati-hati betul menghilangkan UU dan pasal-pasal yang terkait penodaan agama, lalu pakai apa? Bukan UU yang melanggar, tapi putusan peradilan yang harus memenuhi rasa keadilan," kata Lukman.