Jumat 12 May 2017 10:08 WIB

Lahan Pertanian Organik Indonesia Baru 0,14 Persen

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ilham
Ilustrasi tanaman yang ditanam secara organik.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ilustrasi tanaman yang ditanam secara organik.

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Baru sekitar 0,14 persen lahan sawah dan kebun di Indonesia yang melakukan penanaman dengan cara organik. Kemudian, hasil pertaniannya diperkirakan masih banyak yang tetap terpapar bahan kimia pestisida.

Berdasarkan data lembaga sertifikasi pertanian organik INOFICE, diperkirakan luas lahan sawah yang ada di Indonesia mencapai kurang lebih delapan juta hektar, ditambah luas lahan kebun yang ditanami hortikultura berupa sayuran dan lainnya. Walau sebagian telah melakukan sistem tanam organik, tetapi polusi udara, drift atau butiran pestisida yang terbawa angin, serta menguap melalui udara dan hujan, menjadi penyebab tanaman tetap terpapar pestisida.

Direktur INOFICE, Agus Kardinan mengatakan, sistem tanam organik di Indonesia sebenarnya  sudah sangat dikenal hingga ke luar negeri. Sehingga seharusnya petani Indonesia menerapkan sistem organik ketimbang digunakan oleh petani di luar negeri.

"Saya sendiri baru kembali dari Thailand yang meminta untuk disertifikasi, kemudian sebelumnya dari Korea Selatan yang memanfaatkan bogol jagung untuk media tanam jamur. Kemudian sertifikasi tanam organik padi Sarinah yang petaninya dipanggil diberikan pengargaan oleh Presiden, diharapkan perkembangan sistem tanam organik ini terus mengalami perkembangan yang baik,” katanya dalam acara Agro Teknologi Kingdom yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Agro Teknologi Fakultas Pertanian di Gedung Mandala Unsil Tasikmalaya Jalan Siliwangi, Kota Tasikmalaya, kemarin.

Ia menjelaskan bahayanya sistem tanam konvensional yang masih banyak diterapkan oleh petani saat ini. Ia mencontohkan kebiasaan petani memakai pestisida dengan dosis tinggi, frekuensi pemberian pestisida yang terus menerus dalam jangka waktu pendek lalu mencampur aduk bahan pestisida. Bahkan, ia miris karena saat ini pemberian pestisida bukan lagi disemprot melainkan disiramkan saja dengan kompresor.

“Pestisida itu sangat berbahaya bagi perkembangan kesehatan manusia, bahkan ada penelitian di Brebes yang menyebutkan 75 persen anak di sana terpapar pestisida dari pertanian bawang. Makanya saat ini harus dilawan agar petani mengurangi penggunaan pestisida,” ujarnya.

Sebagai solusi, ia mengatakan, pemerintahan Presiden Joko Widodo tengah menggalakkan seribu desa dengan sistem tanam pertanian organik yang dibagi dalam beberapa sektor tanam, mulai sektor pangan, hortikultura, dan lainnya. “Targetnya nanti seribu sertifikat desa organik dikeluarkan dimana pada tahun 2016 silam telah dikeluarkan 100 sertifikat bagi desa organik di Indonesia. Mudah-mudahan saja harapan itu tercapai, yang kemudian bakal semakin membuat masyarakat Indonesia sehat dan tidak lagi mengkonsumsi bahan makanan yang terpapar pestisida,” terangnya.

Sementara itu, Dekan Fakultas Pertanian Unsil Tasikmalaya Ida Hodiyah mengatakan perlunya menjaga keberlangsungan kondisi lahan yang ada. Sebab, selama ini telah banyak terpapar bahan-bahan kimia hingga lahannya menjadi tidak subur dan tanaman yang dihasilkannya tidak sehat. Bahkan, malah berpotensi menyebabkan berbagai penyakit di kemudian hari.

“Memang lahan yang sudah terpapar bahan kimia itu harus ada upaya pengembalian menjadi lahan subur dan layak, tetapi harus melalui konversi lahannya dengan cara-cara tertentu. Misalnya, menyetop penggunaan pestisida dan kemudian diganti dalam jangka waktu lama dengan mencampur bahan-bahan organik di sana dalam jangka waktu lama. Memang butuh waktu dan juga butuh keseriusan dari petaninya, tetapi demi menjaga pertanian yang berkelanjutan mau tidak mau harus dilaksanakan,” jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement