Kamis 11 May 2017 18:53 WIB

Aisyiyah: Pernikahan Anak Jangan Langgar UU Perlindungan Anak

Rep: Fuji EP/ Red: Winda Destiana Putri
Pernikahan anak sudah lama marak di Iran
Foto: Alarabiya
Pernikahan anak sudah lama marak di Iran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) merekomendasikan untuk merevisi Undang-Undang (UU) Perkawinan Anak agar usia minimal perempuan menikah menjadi 18 tahun dari 16 tahun. Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah juga berpandangan, minimal usia perempuan menikah jangan sampai melanggar UU Perlindungan Anak.

Sekretaris PP Aisyiyah, Tri Hastuti Nur mengatakan, sebenarnya Aisyiyah sudah lama mendiskusikan masalah pernikahan anak. Aisyiyah mempunyai buku Keluarga Sakinah sebagai referensi warga Muhammadiyah. Menurut buku tersebut usia minimal perempuan menikah memang bukan 16 tahun.

"Kalau berbicara usia, kami memang minimal 18 tahun, karena kita menggunakan UU Perlindungan Anak, UU Perlindungan Anak itu minimal 18 tahun, kami mengacu ke situ," kata Tri kepada Republika, Kamis (11/5).

Ia menerangkan, berdasarkan diskusi Aisyiyah lebih lanjut tentang pernikahan. Pernikahan bukan hanya soal usia. Tapi juga soal kematangan emosional, biologis dan ekonomi. Bicara soal kematangan biologis, perempuan bisa memiliki kehamilan yang sehat minimal di usia 20 tahun.

 

Kemudian, bicara soal kematangan ekonomi, usia 18 tahun baru lulus SMA sehingga dinilai belum siap secara ekonomi. Menurut buku Keluarga Sakinah, sebelum menikah dianjurkan matang secara psikologis, mental dan ekonomi. Sebab mereka akan mengasuh anak setelah menikah nanti.

"Matang secara ekonomi, karena Allah melarang janganlah kamu meninggalkan generasi yang lemah, kalau misalkan punya anak tapi secara ekonomi belum kuat, nanti anak-anak kita gimana pendidikannya," ujarnya.

Jadi, dikatakan Tri, meski UU Perlindungan Anak dijadikan patokan, Aisyiyah berpandangan, pernikahan bukan semata-mata bicara soal usia. Secara eksplisit, mungkin usia minimal perempuan untuk menikah lebih baik 20 tahun. Karena sebenarnya di usia 18 tahun juga banyak yang belum matang.

Ia juga menyampaikan, anak-anak masih banyak yang tidak tahu akan bahaya menikah muda. Pendidikan reproduksi anak harus menjadi sebuah gerakan kultural untuk mencegah pernikahan dini. Sebab, angka kelahiran remaja di usia antara 15-19 tahun mencapai 41,8 persen.

"Itu data dari Kementrian Kesehatan terbaru per 2016 kemarin. Penyumbang angka kematian ibu di Indonesia itu salah satunya itu," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement