REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gerakan Pemuda Ansor menghormati upaya banding Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) atas vonis dua tahun penjara yang dijatuhkan kepadanya oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam perkara penistaan agama.
"Seluruh pihak juga harus menghargai hak-hak terdakwa dan menghormati proses hukum selanjutnya, baik di tingkat banding maupun jika sampai kasasi nantinya," ujar Ketua Departemen Hukum PP GP Ansor Abdul Hakam Aqsho di Jakarta, Selasa (9/5).
Menurutnya, putusan pidana dua tahun penjara tersebut memang belum memiliki kekuatan hukum tetap atau inkracht karena Ahok langsung menyatakan banding setelah putusan dibacakan. Ia pun berharap proses hukum di tingkat banding maupun kasasi dilaksanakan secara bebas, adil, dan tidak memihak.
"Dengan demikian, tidak ada satu pihak pun yang boleh memengaruhi proses peradilan," kata Hakam.
Aparat penegak hukum, khususnya hakim, juga diharapkan bersikap independen untuk mewujudkan keadilan yang substantif sehingga putusannya nanti bukanlah merupakan produk hukum dari hasil pesanan maupun tekanan pihak-pihak tertentu.
GP Ansor menilai akar permasalahan di dalam kasus Ahok dan kasus-kasus penistaan agama lainnya adalah UU PNPS No. 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama serta Pasal 156a KUHP yang sangat diskriminatif. Kedua aturan itu, menurut Hakam, terbukti seringkali digunakan untuk mengkriminalisasi pemeluk agama dan kepercayaan minoritas.
"Guna mengakhiri kriminalisasi tersebut maka pemerintah dan DPR RI perlu mencabut dan atau merevisi aturan tersebut," ujarnya.
Di sisi lain, GP Ansor meminta aparat penegak hukum untuk mengambil langkah tegas terhadap kelompok-kelompok yang sering menyebarkan ujaran kebencian demi menjaga keharmonisan hubungan antarumat beragama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda.
"Aparat penegak hukum perlu mengambil langkah-langkah tegas menertibkan oknum-oknum dan kelompok-kelompok yang selama ini nyata-nyata menyebarkan ujaran kebencian, menganjurkan tindakan diskriminatif, mengancam eksistensi negara bangsa, dan bahkan mempromosikan cara-cara kekerasan dalam mencapai tujuannya," jelasnya.