REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – KPK mulai menyasar korupsi di sektor perikanan. Alasannya, banyak perusahaan yang tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) di bidang tersebut. “Kalau kami melakukan penelitian tentang itu berarti korupsi sektor perikanan itu ada potensinya," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam diskusi publik "Merawat Surga Perikanan Bitung" di Jakarta, Selasa (9/5).
Menurut Laode, kontribusi penerimaan pajak dari sektor perikanan masih sangat kecil, yaitu 0,02 persen. “Data umum pemilik kapal sampai Januari 2016, dari 1.836 perusahaan, cuma 1.204 atau 66 persen yang punya NPWP, jadi 34 persen tidak punya NPWP, lalu uangnya di kemanakan? Kata Laode.
Selanjutnya, dari daftar perusahaan yang mengelola kapal bekas kapal asing itu ada 53 perusahaan atau 28 persen terindetifikasi tidak punya NPWP. Sehingga, realisasinya pajak dari sektor laut dinilai gelap. “Tapi apakah kami bisa tangkap pelaku sektor korupsi? Sayangnya enggak," tambah Laode.
Laode melanjutkan, data yang dimiliki KPK bahwa dari sekitar 2.300-an perusahaan kapal di atas 30 GT (gross tonnage atau tonase kotor), sebanyak 1.441 perusahaan teridentifikasi tidak punya NPWP. Oleh karena itu, kata Laode, potensi korupsi dari sektor kelautan sangat besar. Namun, ia mengakui masih sulit bagi KPK membuktikan tindak pidana korupsi hanya berasal dari bukti tidak adanya NPWP.
Kondisi ini, menurut Laode, melibatkan pemerintahan pusat, daerah, kabupaten hingga aparat keamanan. Ia mendorong agar para pengusaha sektor kelautan yang mengalami pungutan liar dari aparat agar melaporkannya ke KPK. “Karena itu mari dukung pembenahan sektor kelautan ini, yang dukung bukan cuma pemerintah tapi juga pengusaha karena penegakan hukum itu tujuannya di samping memberi pelajaran ke pelanggar hukum tapi kita juga agar ada kesejahteraan, ini pesan dari anak laut.”