Kamis 04 May 2017 17:41 WIB

Ada yang Minta Larang HTI, UIN Jakarta: Ini Bahaya

Rep: Santi Sopia/ Red: Ilham
UIN Jakarta
Foto: Courtesy of pb-uinjkt.org
UIN Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Rektor (Warek) bidang Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Dr Yusron Razak menilai, telah terjadi fenomena hirozontal di tengah masyarakat. Menurut dia, banyak yang mengklaim paling NKRI dan Pancasilais dibandingkan yang lain.

Ia menyebut, sudah mulai terjadi pelarangan organisasi tertentu karena dituding anti-Pancasila. Agar tak terjadi konflik sesama mahasiswa, masyarakat, harus ada mekanisme yang mengatur dan perlu ada semacam mendudukkan persoalan.

"Sekarang UIN Jakarta diminta untuk mengeluarkan surat edaran yang melarang semacam HTI, saya kira kita bicarakan dulu. Saya belum mau, saya mau bicarakan dulu sama-sama. Karena kalau itu terjadi kan, sama saja kayak polisi," ujar Yusron di Jakarta, Kamis (4/5).

Kalau konflik horizontal dibiarkan, dikhawatirkan akan muncul konflik sosial di mahasiswa. Saat ini yang sudah muncul adalah adanya edaran dari beberapa perguruan tinggi soal pelarangan sebuah organisasi.

"Sebut saja organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Yang saya baca ada namanya IIQ, Institut Ilmu Alquran. Itu melarang semacam HTI itu. Jadi konfliknya itu. Seolah memagari diri dengan melawan yang lain. Ini kan bahaya," kata dia.

Menurut dia, diperlukan semacam mekanisme di pemerintahan agar bagaimana caranya mencegah ideologi radikal. Katakanlah, kata dia, yang ingin khilafah islamiyah, tapi harus dengan cara yang bijak. Sesuai dengan prosedur hukum. Bukan dengan melawan individu.

"Itu terjadi di Yogya semacam sweeping HTI enggak boleh. Nah saya belum berani seperti itu. Itu kan sama saja kayak orde baru, saya yang paling Pancasilais yang lain tidak," katanya.

Ia menambahkan, HTI tidak masuk secara resmi sebagai organisasi intra maupun ekstra kampus. Menurut dia, pihaknya tidak serta merta bisa menjustifikasi HTI hendak mengganti ideologi Pancasila.

"Yang terakhir deklarasi di IPB. Nah cuma gejala itu ada tapi bukan serta merta kita bilang mereka mau ganti ideologi Pancasila. Karena itu kita sebagai perguruan tinggi harus bersikap objektif," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement