Rabu 03 May 2017 18:42 WIB

Peneliti LIPI: Warga Jakarta Masih Terbelah Usai Pilkada

Rep: Dian Erika N/ Red: Teguh Firmansyah
Warga mencoblos dalam Pilkada Jakarta (ilustrasi).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Warga mencoblos dalam Pilkada Jakarta (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Nostalgiawan Wahyudi, mengatakan, politik identitas masih memberi dampak kepada masyarakat usai pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta 2017. Masyarakat Jakarta masih terbelah menjadi dua kubu hingga saat ini.

Nostalgiawan menuturkan, hingga kini masih ada dua kubu masyarakat, yakni pendukung Anies Baswedan-Sandiaga Uno dan pendukung Ahok-Djarot Syaiful Hidayat. Keduanya, dapat dikatakan merepresentasikan dua kelompok berbeda, baik dari segi identitas dan keagamaan.

"Secara umum, dapat kita sebut bahwa pendukung Ahok-Djarot sebagai pemilih rasional dan pendukung Anies-Sandi sebagai pemilih berdasarkan kesamaan latar belakang. Sampai sekarang kedua pihak ini masih terbelah," ungkap Nostalgiawan di Gedung LIPI, Jakarta, Rabu (3/5).

Dia pun mencontohkan peristiwa pengiriman karangan bunga ke Balaikota Jakarta yang merupakan ukungan atas Ahok-Djarot. Sebaliknya, sejumlah buruh yang diduga mendukung Anies-Sandi membakar karangan bunga itu.

"Ini adalah peristiwa nyata yang menunjukkan keterbelahan itu. Karenanya, proses rekonsiliasi sangat penting dilakukan oleh pihak Anies-Sandiaga sebagai pemenang Pilkada DKI Jakarta," lanjut Nostalgiawan.

Dia menyarankan proses rekonsiliasi menitikberatkan kepada pendekatan personal. Pendekatan personal dengan mendatangi daerah basis pendukung Ahok-Djarot. Hal itu perlu dilakukan sebagai bukti Anies-Sandiaga dapat berdiri di kedua sisi warga Jakarta.

"Pemimpin baru harus mampu membuktikan janji kampanye menciptakan Jakarta damai. Anies-Sandi semestinya bisa memimpin sambil merangkul warga Jakarta," tuturnya.

Nostalgiawan juga mengingatkan, rekonsiliasi dapat menyelesaikan berbagai permasalahan akibat politik identitas usai Pilkada. Sebab, politisasi identitas dapat terus terjadi baik di Pilkada serentak 2018 maupun Pemilu Serentak 2019.

"Keterbelahan karena politisasi identitas ini bisa terus terpelihara dan berdampak kepada daerah lain jika pemimpin terpilih tidak bisa bekerja cepat dalam rekonsiliasi," tambahnya.

Baca juga,  Buruh Bakar Karangan Bunga untuk Ahok.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement