REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Dinas Kesehatan Kota Surabaya mencatat adanya penurunan angka pengidap HIV/AIDS. Upaya penurunan dilakukan melalui penyuluhan, sosialisasi dan pemeriksaan secara intensif.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Febria Rachmanita menyebutkan, pada 2014 jumlah pengidap HIV/AIDS sebanyak 935 orang, turun menjadi 933 pengidap pada 2015 dan pada 2016 turun menjadi 923. "Paling banyak pengidap HIV/AIDS sekarang ini ibu rumah tangga, pada 2016 jumlahnya sebanyak 234 orang. Sedangkan remaja dan anak-anak jumlahnya 10 persen dari total pengidap HIV/AIDS," katanya dalam konferensi pers di kantor Bagian Humas Pemkot Surabaya, Rabu (3/5).
Namun, para pengidap HIV/AIDS tersebut tidak sepenuhnya warga Surabaya. Perbandingannya, kata Feni, dari 10 pengidap hanya satu warga Surabaya. Hal itu dipengaruhi banyaknya pendatang di kota pahlawan. "Surabaya paling tinggi kasusnya se-Jatim, di Indonesia Surabaya urutan terbanyak nomor empat," ujarnya.
Angka penurunan tersebut juga dipengaruhi upaya Pemkot Surabaya memulangkan para wanita tuna susila (WTS) ke daerah asalnya pascapenutupan kawasan lokalisasi sejak 2012. Pemkot Surabaya telah menutup tiga kawasan lokalisasi yakni di Sememi, Dupak Bangunsari dan kawasan Dolly di Kecamatan Sawahan.
Dokter gigi yang akrab disapa Feni tersebut merinci jumlah pengidap HIV/AIDS di kawasan lokalisasi di Sememi awalnya 57 orang menjadi 5 pengidap. Sedangkan di Dolly awalnya 110 pengidap sekarang menjadi 36 orang, serta di Dupak Bangunsari dari 68 pengidap menjadi 4 pengidap.
"Monitoring setelah penutupan lokalisasi, Dinkes berupaya meningkatkan penemuan kasus HIV/AIDS dengan melakukan pemeriksaan. Kemudian penguatan petugas puskesmas dalam pemeriksaan HIV/AIDS. Kami juga melakukan sosialisasi dan penyuluhan serta pemeriksaan kepada sopir angkot," ungkapnya.
Menurut Feni, semua ibu hamil di Surabaya diikutkan pemeriksaan HIV/AIDS meskipun tanpa diminta. Tujuannya, jika ditemukan positif mengidap HIV/AIDS agar tidak menular kepada bayinya. Selain itu, Pemkot rutin menggelar razia di tempat hiburan malam, serta penyuluhan dan sosialisasi kepada warga di kantor kelurahan.
Jika dinyatakan positif HIV/AIDS, Pemkot melakukan pendampingan dalam pengobatan. Caranya, dengan memantau agar pengidap HIV/AIDS rutin meminum obat serta rutin melakukan kontrol ke rumah sakit maupun puskesmas. Saat ini, di Surabaya terdapat sembilan rumah sakit dan tujuh puskesmas yang memiliki layanan pengobatan HIV/AIDS. Di antaranya RSUD dr Soetomo, RSUD dr Soewandhie, RA Angkatan Laut, RS Haji, RS Unair, puskesmas Dupak, puskesmas Jagir, puskesmas Perak Timur, dan lainnya.
"Kalau untuk pemeriksaan semua puskesmas sudah bisa. Semakin banyak kami temukan pengidap HIV/AIDS artinya surveillance (pengawasan) kami berjalan. Yang penting pendampingan saat pengobatan," imbuhnya.