REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melindungi Miryam S Haryani, mantan anggota Komisi II DPR RI, menyusul penangkapannya oleh polisi, Senin (1/5). Nasir menilai, Miryam sarat akan sejumlah tekanan atas keterangan yang ia miliki terkait kasus dugaan korupsi KTP-el.
"Keterangan Miryam yang berubah-ubah ini adalah sinyal bahwa yang bersangkutan mengalami sejumlah tekanan dan mungkin ancaman dari pihak lain,” ungkap Nasir kepada awak media, di Jakarta, Selasa (2/5).
Menurut politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, sebagai satu-satunya lembaga yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Jo Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Maka LPSK wajib aktif memberikan perlindungan terhadap saksi yang berpotensi menuai ancaman seperti Miryam.
Nasir menilai Miryam berhak mendapatkan perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga dan harta benda serta bebas dari ancaman yang terkait dengan kesaksian yang akan, sedang atau telah diberikannya dan juga bebas dari tekanan dalam memberikan keterangan.
"Untuk itu sebaiknya LPSK segera jemput bola untuk melindungi Miryam," tambahnya.
Lebih lanjut, Nasir menyayangkan sikap kurang responsif KPK dalam melindungi Miryam sebagai saksi dalam kasus mega korupsi KTP-el. Kata Politikus asal Dapil Aceh itu, sejak awal Miryam mengatakan bahwa yang bersangkutan merasa diancam dan ditekan sejumlah pihak.
Nasir Djamil juga mengatakan seharusnya KPK harus segera mengambil langkah untuk berkoordinasi dengan LPSK. "Bukan justru menjadikannya sebagai tersangka memberi keterangan palsu atas keterangan yang ia berikan, karena sebagai Saksi, keterangan Miryam dilindungi Undang-Undang," ungkap Nasir.
Untuk itu, Nasir berharap LPSK segera mengambil langkah cepat sehingga pengungkapan kasus KTP-el dapat berjalan dan tidak ada satupun pihak yang dapat menghambat proses penanganan korupsi ini.