Senin 01 May 2017 17:38 WIB

Buruh Kecewa karena tak Bisa ke Istana

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ilham
Buruh dari sejumlah Serikat Pekerja menggelar aksi guna memperingati Hari Buruh di Jakarta pada Senin (1/5).
Foto: Republika/Arif Satrio Nugroho
Buruh dari sejumlah Serikat Pekerja menggelar aksi guna memperingati Hari Buruh di Jakarta pada Senin (1/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah serikat buruh berniat menyampaikan aspirasinya pada Hari Buruh Internasional 1 Mei 2017 ke depan Istana Merdeka Jakarta Pusat. Namun, aksi mereka terhenti lantaran polisi membangun blokade di sekitar gedung Kementerian Pariwisata Jalan Merdeka Barat Jakarta Pusat.

Sejumlah aksi buruh tergabung dalam berbagai organisasi seperti Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), Serikat Pekerja Nasional (SPN), Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Forum Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dan sebagainya. Mereka pun menyerukan orasinya di depan gedung Kementerian Pariwisata.

Salah satu buruh yang tergabung dalam SPN Suciwati (26 tahun) mengaku kecewa. Pasalnya, ia yang merupakan salah satu tenaga kerja outsourcing salah satu perusahaan manufaktur di Jakarta ingin menyampaikan aspirasinya. Suciwati menginginkan agar sistem outsourcing segera dihapus. "Masa saya kerja diperpanjang mulu, kapan tetapnya," kata dia di Jalan Medan Barat Jakarta Pusat, Senin (1/5).

Suciwati menceritakan, ia telah menjadi pekerja outsourcing selama empat tahun. Suciwati mengaku telah menandatangani kontrak awal dalam kurun waktu tiga tahun. Ia pun ditawari untuk perpanjangan kontrak. Namun caranya menurut Suciwati sangat curang.

"Jadi gini, sebelum tiga tahun saya diberi pilihan putus kontrak sama perusahaan, tapi setelah itu disodorin deh kontrak baru lagi," kata Suciwati menuturkan.

Suciwati menolak menyebutkan nama perusahaan tempat ia bekerja. Ia pun terpaksa menerima tawaran kontrak karena ia tidak memiliki pilihan lain. Menurut Suciwati yang telah berusia 27 tahun, sangat sulit untuk mencari lapangan kerja lain bagi dirinya.

"Ini udah umur segini, tapi kontrak terus, masa depan jadi nggak tahu, mana gaji segini-gini saja cuma 3,4 dari dulu" katanya menambahkan.

Pekerja lain, Khozanah (27) juga mengalami hal serupa dengan Suciwati. Ia bahkan mengaku telah bekerja selama hampir enam tahun di salah satu Bank yang masih termasuk Bank BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Ia juga mengalami perpanjangan kontrak dengan cara yang sama seperti Suciwati.

Setelah hampir tiga tahun bekerja, Khozanah mendapatkan tawaran kerja baru dengan memutuskan kontraknya terlebih dahulu. Ia pun memperpanjang kontrak itu dengan alasan yang sama dengan Suciwati.

"Sebenarnya kalau saya soal gaji sudah bersyukur lah, tapi kalau bisa ya tetap digedein, tapi yang paling penting itu kepastian di masa depan," kata dia.

Apalagi menurut Khozanah, dengan sistem seperti ini, ia sangat sulit mengalami kenaikan gaji. Padahal, beban kerjanya cukup tinggi. "Gak bisa gaul sampai malam masih di kantor," kata dia berkelakar.

Dalam Hari Buruh Internasional ini, buruh-buruh menyampaikan tuntutan yang disebut dalam akronim Hosjatum. Hosjatum itu berasal dari "Hos" yang berarti Hapuskan Outsourcing dan pemagangan. Lalu kata "Ja"  berasal dari Jaminan Sosial. Buruh menuntut direvisinya jaminan pensiun menjadi 60 persen dari upah terakhir serta adanya jaminan kesehatan gratis.

Sedangkan "Tum" berasal dari kepanjangan Tolak Upah Murah. Buruh menuntut agar pemerintah mencabut PP 78 tahun 2015. Selain itu, mereka menuntut kenaikan upah minimum agar naik minimal 25 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement