Sabtu 29 Apr 2017 00:24 WIB

KOPEL Indonesia Kritik Keras Kinerja DPR

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Andi Nur Aminah
Anggota DPR mengikuti Sidang Paripurna di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (30/11).
Foto: Republika/ Wihdan
Anggota DPR mengikuti Sidang Paripurna di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (30/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia, Syamsuddin Alimsyah, menilai kinerja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) semakin jauh dari berkualitas. Salah satunya, terlihat dari molornya pembahasan RUU Pemilu yang dinilai karena pansus bermain-main sesuatu yang tidak subtansial, bukan kualitas.

"Sepertinya DPR-DPR kita sekarang ini sedang terjangkit penyakit lupa, senang melempar wacana yang bisa merusak tatanan demokrasi yang sudah dibangun selama ini," kata Syamsuddin melalui rilis yang diterima Republika.co.id, Jum'at (28/4).

Hal itu merujuk kepada wacana yang baru-baru ini dilemparkan yaitu mekanisme rekrutmen Dewan Perwakilan Daerah (DPD), yang ingin diubah dan diserahkan melalui mekanisme DPRD. Wacana itu dianggap akrobatik karena secara sadar tidak mungkin terwujud lantaran akan melanggar konstitusi.

Ia melihat, ide itu seharusnya tidak akan pernah ada bila DPR sekarang ini sadar dan paham kedudukan lembaga DPD sebagai representasi daerah yang dibentuk sebagai check and balance DPR. Syamsuddin turut merasa filosofi yang digunakan tidak berkaitan, dan malah akan melemahkan DPD di Indonesia.

"Perlu diketahui, UU 23 Tahun 2014 tentang Pemda jelas menempatkan DPRD bagian dari eksekutif, bagaimana mungkin DPD bisa menjalankan fungsi check and  balance. Model rekrutmen ini melumpuhkan DPD yang sekarang sedang di dalam posisi ujung tanduk akibat gerakan parpolisasi oknum tertentu," ujar Syamsuddin.

Selain bertentangan konstitusi, problem lain akan dihadapi secara internal karena perilaku pragmatisme DPRD selama ini justru jadi titik paling rawan arena jual beli kuasa di proses seleksi DPD. Sebab, lanjut Syamsuddin, DPRD selama ini gagal merawat integritas dan malah masuk daftar lembaga terkorup.

Data KOPEL Indonesia, periode 2009-2014 terdapat 2.169 anggota DPRD terjerat kasus korupsi. Tahun ini malah baru dua tahun delapan bulan bekerja, sudah lebih 100 orang terjerat hukum, belum termasuk judi dan narkoba. Malah, Syamsuddin merasa cara DPRD gerogoti APBD jorok dan tanpa rasa malu.

"Proyek kecil ikut disasar meski nilainya Rp 50 hingga Rp 100 juta, menjadi tugas kita semua menjaga marwah DPD dengan mengembalikan semangat pembentukannya dari awal dan tanpa parpolisasi. 10 tahun DPD yang lalu secara moral lebih terjaga dari DPR, hanya kinerja belum kelihatan karena kewenangan tidak jelas," kata Syamsuddin. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement