REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ancaman radikalisme dan terorisme menjadi perhatian besar bangsa Indonesia. Masih banyaknya sel-sel terorisme di tanah air dan kelompok radikal ISIS yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu target propaganda dan aksi mereka. Bahkan momentum Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur Jakarta pun juga manfaatkan untuk memecah belah masyarakat melalui hasutan dan berita hoax.
Kondisi itulah yang mengharuskan bangsa Indonesia wajib memiliki tameng untuk membendung propaganda radikalisme dan terorisme. Salah satunya kewajiban untuk memperdalam agama sampai ke intinya, agar tidak mudah terpengaruh radikalisme dan terorisme yang menggunakan agama sebagai 'kendaraan' mereka.
"Belajar agama harus sampai ke intinya dan jangan cuma sampai kulitnya saja. Karena kalau orang belajar sampai keintinya, tentu dia tidak akan melukai, menyalahkan, apalagi menyesatkan orang lain," ungkap Ketua Dewan Pakar Badan Pembina Rohani Mental Islam Nasional KH Ridwan Muhammad Yusuf pada peringatan Isra Mi'raj di Kantor BNPT, Sentul, Bogor, kemarin.
Untuk memperjelas pemahaman itu, Kiai Ridwan Muhammad memberi contoh filosofi kelapa, dimana sejak berupa kelapa sampai menjadi santan butuh proses dan pendalaman di tiap levelnya. Dari contoh itu, menurutnya orang bisa mengukur tingkat atau level keagamaan mereka.
"Maka sudah semestinya orang islam berkonsentrasi pendalaman akidahnya atau pendalaman materi tentang hakikat hidup dan tentang islam, agama yang dipeluknya. Ketika orang menemukan agama hanya di permukaan saja, maka di situlah akan muncul iblis yang akan mengajak berperang satu sama lain," tutur Kiai Ridwan.
Untuk itu, Kiai Ridwan mengaku telah membuat program kepada para ulama yaitu ulama bersatu nasional untuk membahas kembali tentang agama yang diajarkan itu harus lembut dan nikmat karena islam itu adalah rahmatan lil alamin. Pasalnya, saat ini telah dijadikan kelompok radikalisme dan terorisme untuk melancarkan aksinya.
Ia bercerita bahwa awalnya Allah mengirimkan nabi pertama ke bumi yaitu Nabi Adam AS, saat bumi tidak damai. Begitu juga dengan nabi kedua dan selanjutnya. Bahkan ada nabi yang diturunkan, tapi umatnya dihancurkan, juga ada nabi yang diturunkan, tapi umatnya ditenggelamkan, dan sebagainya. Maka Allah kemudian bersumpah dan menurunkan rasulullah Muhammad SAW untuk mendamaikan bumi ini dengan menyebarkan cinta.
"Kita belajar agama itu untuk menemukan nikmat dan lembutnya agama itu. Bukan untuk merusak perdamaian, apalagi membunuh sesama manusia," tukasnya.
Ia menegaskan bahwa hidup itu intinya cuma satu yaitu bisa atau tidak menanamkan cinta di hati orang lain dan tidak melukai serta menyakiti siapapun. "Kalau cinta sudah di dada, rahmatan lil alamin juga pasti tembus di dada. Kalau dia bekerja, maka ia akan menjadi profesional dan tidak memandang siapapun yang dia kenal," kata Kiai Ridwan.
Ia yakin bila umat islam memiliki pemahaman agama yang kuat serta bisa menjalankan nilai-nilai agama itu dengan baik, pasti tak satu pun paham radikalisme dan terorisme yang bisa mempengaruhinya. Apalagi pemahaman itu ditambah penguatan ideologi bangsa yaitu Pancasila, maka bangsa Indonesia tidak akan bisa tersentuh oleh paham-paham negatif itu. Dengan demikian NKRI akan semakin kuat.