REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla meresmikan Jaringan Wartawan Anti-Hoax (Jawarah) yang diinisiasi oleh PWI sebagai salah satu keputusan dari peringatan Hari Pers Nasional 2017. Tujuan pendirian Jawarah ini adalah untuk membantu masyarakat mengatasi ketidakpastian dan kebingungan akibat persebaran berita bohong atau hoax.
"Perkembangan teknologi telah mengubah banyak hal, karena itulah maka media mainstream harus juga mengawasi," ujar Jusuf Kalla di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (28/4).
Jawarah merupakan himpunan yang terdiri dari unsur wartawan, pemimpin redaksi, dan ahli media. Selain itu, Jawarah juga melibatkan tokoh pemerintah, pemimpin masyarakat dan kalangan pengusaha sebagai dewan penasehat atau dewan pakar. Jawarah mendorong komunitas pers untuk tidak turut menyebarluaskan informasi yang terindikasi hoax. Jusuf Kalla mengatakan, persebaran hoax pada saat ini sulit untuk ditelusuri sehingga dapat menimbulkan fitnah.
"Sering kita kutip dari hadits mengatakan fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan," kata Jusuf Kalla.
Sebelumnya Jaringan Wartawan Anti-Hoax ini disingkat menjadi Jawah. Singkatan ini diprotes oleh wakil presiden karena dianggap kurang familiar dan dia mengusulkan agar disingkat menjadi Jawarah. Menurut Jusuf Kalla, singkatan Jawarah memiliki makna heroisme.
"Ada heroisme, kalau jawara biasa kan tanpa h dan ini dikasih h, jadi tidak sama benar. Jadi kayak pesilat dari Banten atau pesilat dari Betawi, itu jawara kan. Artinya siap untuk membela kebenaran," ujar Jusuf Kalla.
Usulan wakil presiden tersebut disetujui baik oleh PWI dan pada saat itu juga singkatan Jaringan Wartawan Anti-Hoax dipatenkan menjadi Jawarah. Dengan singkatan baru tersebut, Jusuf Kalla berharap, Jawarah bisa memiliki sifat heroisme melawan kejahatan dan kedzaliman.