Jumat 28 Apr 2017 16:09 WIB

BPBD Karawang Cabut Status Siaga Bencana

Rep: Ita Nina Winarsih / Red: Andi Nur Aminah
Banjir di Karawang, Jawa Barat. (Republika/Edi Yusuf)
Foto: Republika/Edi Yusuf
Banjir di Karawang, Jawa Barat. (Republika/Edi Yusuf)

REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- Setelah beberapakali diperpanjang, BPBD Kabupaten Karawang akhirnya menyabut status siaga bencana untuk wilayah ini. Status tersebut, berakhir pada Rabu (26/4) lalu. 

Selama berlakunya status siaga, tak ada kejadian yang sangat luar biasa terjadi atau memakan korban jiwa. Sekertaris BPBD Kabupaten Karawang Supriyatna, mengatakan, status bencana tingkat kabupaten ini berlaku mulai akhir November 2016 hingga April 2017. Hampir lima bulan, status tersebut disandang Karawang. Mengingat, selama itu pula curah hujan yang turun sangat tinggi. "Makanya, kita mewaspadainya," ujarnya, kepada Republika.co.id, Jumat (28/4). 

Selain curah hujan tinggi, alasan diberlakukannya status siaga bencana sebab di sejumlah desa memang terjadi bencana. Seperti, banjir, gerakan tanah dan tanah longsor. Banjir yang paling parah, melanda Desa Karangligar, Kecamatan Teluk Jambe Barat. Selain itu, sejumlah desa di Kecamatan Rengasdengklok juga tergenang banjir selama masa siaga bencana.

Akan tetapi, lanjut Supriyatna, bencana tahun ini kategorinya sedang. Atau bukan kejadian luar biasa serta sudah bisa teratasi. Bahkan, tak ada korban jiwa dalam kejadian itu. 

Dia mengatakan, kiondisinya berbeda dengan peristiwa banjir sepanjang 2010 lalu. Saat itu, banjir cukup lama dan terjadi hampir di setiap kecamatan. "Wilayah yang tak biasa banjir, pada 2010 lalu juga ikut tergenang air," ujarnya.  

Sementara itu, sejumlah ibu rumah tangga asal Desa Kalijaya, Kecamatan Rengasdengklok, mengeluhkan soal kejadian banjir yang sering menghampiri permukiman mereka. Banjir tersebut, akibat tidak adanya drainase (jalan air). Sehingga, ketika hujan turun, air tersebut menggenang di jalan, lalu membanjiri permukiman warga. 

Nunung Nurhayati (48 tahun), warga Kampung Bojong Tugu, Desa Kalijaya, mengatakan, selama 2017 ini sudah lima kali wilayahnya digenangi banjir Cileuncang. Genangan air itu, setinggi mata kaki orang dewasa. Tetapi, bila rumahnya berada di dataran rendah, genangan air itu sampai masuk ke rumah. "Kami sudah pusing, kalau hujan turun. Karena, wilayah kami akan tergenang air. Serta surutnya lama," ujarnya.

Warga lainnya, Omih (65 tahun), mengatakan, genangan ini akibat tidak adanya jalan air. Sehingga, air hujan itu terus tergenang di daratan. Padahal, desa ini jaraknya sangat dekat dengan Sungai Citarum. 

Bila ada drainase, genangan air hujan ini pasti cepat surut karena airnya mengalir ke sungai. "Karena tak ada drainase, maka genangan air sulit surut. Surutnya, bila cuaca kembali panas," ujarnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement