REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wika Ganesha membuat petisi dukungan supaya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi Bali 1 setelah kalah di Pilkada DKI pada Rabu (19/4) lalu. Sejumlah pengamat menilai, peluang Ahok untuk bisa menang di Pilkada Bali Kecil.
Pakar Komunikasi Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta Harmonis mengatakan, Ahok tidak memiliki peluang untuk menjadi Bali 1. “Secara kalkulasi politik saya, Ahok tidak memiliki peluang untuk menjadi Bali 1,” ujar Harmonis kepada Republika.co.id, pada Ahad (23/4).
Hal ini menurutnya, karena Bali memiliki tingkat penghormatan terhadap budaya dan bahasa yang tinggi. Orang Bali sangat religius dan menghargai betul tingkatan bahasa sesuai kasta.
Jadi mereka mengharapkan orang yang lebih tinggi tingkatannya untuk bisa menjadi lebih santun dalam berbahasa. "Mana mungkin masyarakat yang berbahasa santun mencalonkan orang yang bahasanya kurang santun?” ujar Harmonis.
Ia menuturkan, ini bukan persoalan kapasitas dan kapabilitas. Dari perspektif kesantunan, kata ia, komunikasi politik Ahok masih sangat kurang. Padahal untuk masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama, kesantunan menjadi syarat utama.
(Baca Juga: Petisi Gugatan Ahok Soal Al-Maidah Capai 50 Ribu Dukungan)
Walau masyarakat DKI Jakarta sudah cukup egaliter, lanjutnya, Ahok pun masih menimbulkan banyak kontroversi. “Apalagi di Bali yang menurut saya belum egaliter, akan terjadi banyak penolakan. Sehingga untuk menjadi Bali 1 ini justru akan menjebloskan Ahok lebih dalam,” ujarnya.
Ia melihat persoalan utama Ahok adalah dalam hal karakteristik. Menurut Harmonis, mengubah sebuah karakter bukanlah pekerjaan yang mudah. Ada peribahasa yang berbunyi “Kecil teranja-anja, besar terbawa-bawa, sudah tua berubah tidak.”
“Artinya adalah karakteristik seseorang tidak akan berubah karena sudah terjadi internalisasi. Menurut saya posisi Ahok bukan posisi untuk menjadi pemimpin nomor satu karena kecerdasan komunikasi politiknya masih kurang,” ujar Harmonis menambahkan.