REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- CEO PolMark Research Center, Eep Saefulloh Fatah mengungkapkan fakta di balik kekalahan pasangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat dari Anies Baswedan-Sandiaga Uno pada putaran kedua Pilkada DKI Jakarta 2017. Menurutnya tren pendukung partai-partai pengusung Ahok-Djarot tidak patuh untuk memberikan dukungan. Maka hal yang wajar apabila pejawat ini kalah dengan marjin yang cukup besar.
"Cuma sekitar 54 persen pendukung Partai Nasdem yang memberikan suara mereka kepada Ahok-Djarot. Sementara sisanya mendukung Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Paling solid hanya PDI Perjuangan yang mencapai 90 persen, tapi 10 persen pilih Anies-Sandi," jelas Eep, saat menjadi narasumber pada diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (22/4).
Tidak hanya itu, kata Eep, bahkan dua partai yang baru bergabung pada putaran kedua, yaitu PPP dan PKB tidak memberikan suara yang signifikan untuk Ahok-Djaror. Eep mencatat 70 persen simpatisan kedua partai tersebut jutsru mendukung Anies-Sandi. Padahal, kubu Ahok-Djarot berharap ada limpahan pemilih Agus Harimurti Yudhoyon-Sylviana Murni melalui PPP dan PKB.
"Kalau diamati pemilih Jakarta ini cukup dinamis, mereka tidak tergantung pada imbauan Partai Politik (Parpol) sebenarnya ini sinyal bahaya untuk partai-partai," tambah Eep.
Selanjutnya, adanya isu bagi-bagi sembako yang terjadi pada hari tenang yang diduga dilakukan kubu Ahok-Djarot membuat pemilih rasional menjadi mempertimbangkan aspek integritas. Apalagi mereka menganggap politik sembako sebagai hal tidak bagus. Akibatnya integritas Paslon Ahok-Djarot pun menurun, sementara Paslon Anies-Sandi sebaliknya.