Selasa 18 Apr 2017 19:38 WIB

Ahok Bantah Disebut Kampanye Saat Datangi Rusun Rawa Bebek

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andi Nur Aminah
 Warga beraktifitas di Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Rawa Bebek, Jakarta Timur, Rabu (28/9).
Foto: Republika/ Wihdan
Warga beraktifitas di Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Rawa Bebek, Jakarta Timur, Rabu (28/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di hari keduanya kembali menjadi Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok terus mendapatkan pengaduan dari para warga yang datang ke kantornya di Gedung Balaikota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat sejak pagi hari. Seperti pada Selasa (18/4) pagi, Ahok mendapatkan pengaduan dari warga yang terkena dampak normalisasi Kali Ciliwung di Bukit Duri, Jakarta Selatan.  

Siti Haroh (45 tahun) salah satunya. Warga yang terkena dampak proyek normalisasi di Bukit Duri itu mengaku tidak mendapatkan unit rumah susun sewa (rusunawa) di Rawa Bebek, Cakung, Jakarta Timur. Padahal saudara-saudaranya yang juga terkena dampak penggusuran kini mendapatkan unit rusunawa.

"Saya KTP DKI, (warga) Bukit Duri. Rusun Rawa Bebek banyak yang kosong (katanya), saudara saya pada di sana semua," ujar Siti Haroh di Pendopo Gedung Balai Kota, Selasa (18/4).

Lantaran tidak mendapatkan unit rusunawa, akhirnya ia menyewa rumah di daerah Cipinang, Jakarta Timur. "Saya enggak pernah dikasih rusun pak. Padahal saya mau pindah ke (rusun) Rawa Bebek. Tapi enggak pernah dikasih pak. Alasannya saya enggak punya petak bidang," kata Siti.

Mendengar keluhan Siti Haroh, Ahok pun langsung menyempatkan diri untuk menyambangi Rusunawa Rawa Bebek sebelum dia datang ke Rapat Terbatas Asian Games di Istana Presiden. Ahok pun tak takut bila tinjauannya ke Rusun Rawa Bebek disebut sebagai kampanye terselubung. Pejawat itu mmengaku ingin memeriksa langsung permasalahan di Rusun Rawa Bebek.

"Kampanye apa, justru saya mau marah-marahin orang ini. Saya mau tahu, yang tinggal di Rawa Bebek KTP-nya pindahan Bukit Duri bukan. Karena banyak pengaduan warga KTP Bukit Duri enggak dapat rusun, ngemis minta rusun, sementara yang di rusun bilang enggak puas," tuturnya.

Menurut Ahok banyak kecurangan yang dilakukan oleh oknum untuk mengambil alih kepemilikan rusun. Cara yang biasa dilakukan, Ahok mengatakan, pemilik kontrakan mengusir ‎warga yang telah puluhan tahun tinggal. Padahal warga tersebut telah memiliki identitas kependudukan di kawasan Bukit Duri dengan alasan meminta waktu kepada Pemprov DKI Jakarta satu hingga dua bulan untuk pindah.

"Saya temukan biasa sedikit trik. Orang yang sudah ber-KTP rusun berapa tahun ngontrak. Orang miskin biasanya ngontrak 10 hingga 20 tahun di situ, KTP sudah lama di situ, itu diusir. Sehingga waktu mau dapat kunci rusun, yang tinggal 20 tahun karena status kontrak, KTP di sana enggak dapat. Dia ganti tuh tuan rumah saudaranya," jelasnya. 

Dengan cara semacam itu. Ahok mengatakan, banyak warga yang seharusnya mendapatkan rusun akhirnya terlantar. Kemudian, mereka yang mendapatkan unit justru warga yang memiliki tempat tinggal, sehingga unit rusun justru tidak ditempati.

Saat meninjau Rusun Rawa Bebek, Ahok langsung memberikan disposisi kepada Siti Haroh, warga yang mengadu padanya untuk menjadi warga Rusun Rawa Bebek. "Tadi kami sudah minta daftarkan, kedepannya akan cek juga KTP-nya sesuai atau tidak," kata Ahok.

Mantan Bupati Belitung Timur itu menjelaskan, rusun yang dimiliki Pemprov DKI masih sangat terbatas. Sehingga rusun yang telah jadi saat ini diutamakan untuk warga yang rumahnya terkena proyek normalisasi sungai. Sehingga, keterlambatan pemerintah Jakarta dalam membangun rusun karena masalah pemenang tender. 

Ahok mengatakan, Pemprov DKI tidak mau lagi pemenang tender rusun tidak jelas. "Kami lebih cenderung yang bangun dari (swasta) kewajiban dari pengembang, lebih cepat. Kami juga ke depan enggak mau lagi rusun empat sampai lima lantai, semua rusun harus pakai lift," kata Ahok. Saat ini, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta menargetkan 6 ribu unit rusun dibangun pada 2017.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement