REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama (NU) bersama sejumlah orang berwajah Indonesia Timur yang diduga preman, terlibat bentrok dengan anggota Front Pembela Islam (FPI) di Kramat Lontar, Jakarta Pusat, Senin (17/4). Dalam kejadian tersebut, kubu Banser diduga melakukan penyerangan karena kubu FPI ingin menginvestigasi terkait pembagian sembako pilkada. Penjelasan itu disampaikan Ketua Dewan Syuro DPP FPI Jakarta Habib Novel Bamukmin saat menjelaskan kronologi kejadian kepada Republika.co.id, Selasa(18/4).
Menurut Novel, kejadian tersebut bermula saat tim Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) akan menginvestigasi pembagian sembako di rumah Ketua Relanu DKI, Ita Rahmawati. “Tapi dia (Ita) keberatan kita investigasi, akhirnya memprovokasi warga, kita mundur ACTA. Akhirnya berlanjut, ramai-ramai, akhirnya kedua belah pihak turun (Banser dan FPI),” ujar Novel.
(Baca Juga: Kericuhan Banser dan FPI, Ini Kata Polisi)
Menurut Novel, Ita marah lantaran merasa diawasi, sehingga menfitnah tim ACTA. Sekitar pukul 23.00 WIB baru kemudian muncul ketegangan. Pasalnya, tiba-tiba datang tiga buah mikrolet ke rumah Ita yang dinaiki ibu-ibu yang datang dari pengajian.
“Salah seorang ibu yang keluar dari rumah saudari Ita berhasil kita rekam dengan membawa sebuah kantong plastik entah berisi apa. Dari dalam mikrolet warga juga menemukan sejumlah kotak makanan dan tumpukan sajadah yang masih baru sebagai barbuk,” ujarnya.
Setelah pukul 00.00 WIB, ketua Tanfidz DPD FPI DKI Buya Majid pun pulang dari acara Isra Mi’raj dan melihat banyak massa tak dikenal yang berada di sekitar Kramat Lontar. Tiba-tiba sekitar pukul 01.00 dini hari, warga mendatangi rumah Buya Majid dan melapor ada konsentrasi massa berseragam Banser dan sekelompok orang yang diduga preman-preman tersebut.
“Warga sontak keluar dan menghalau mereka. Karena warga kompak mereka mundur. Tapi jumlah mereka kian banyak. Kami pun tidak tinggal diam,” kata Novel.
Kemudian, Buya Majid menghubungi laskar FPI. Sementara, Banser dan preman-preman tersebut terus merengsek menuju rumah Buya Majid sambil berteriak dan mengacungkan senjata tajam. “Di depan kantor Komunitas Peduli Jakarta (KPJ) mereka mulai memukuli orang-orang yang sedang duduk. Di warung, di jalan dan lain-lain,” ujarnya.
Bahkan, kata Novel, tiga orang laskar FPI yang sedang duduk memesan kopi menjadi sasaran mereka. Setelah mereka sampai ke rumah Buya Majid dengan jarak sekitar 10 meter, sontak warga bersama laskar FPI berhadapan langsung.
“Sempat terjadi bentrok fisik dengan yang di barisan depan. Karena jumlah kami yang cukup banyak akhirnya mereka lari tunggang langgang. Tak ada satu pun aparat yang datang. Padahal, letak Polres Jakarta Pusat cukup dekat dengan kediaman Buya Maji,” katanya.
Setelah situasi mulai reda, kata Novel, barulah Kapolres Jakarta Pusat datang ke lokasi dan meminta untuk tetap menahan diri. “Situasi mulai kondusif dan Kapolres minta pada Buya agar warga, laskar dan lain-lain bubar,” katanya.
(Baca Juga: Kericuhan Banser dan FPI, Ini Kata Polisi)