Senin 17 Apr 2017 15:16 WIB

Komisi I DPR Sepakat Kebijakan Bebas Visa Kunjungan Dikaji Ulang

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Esthi Maharani
Hanafi Rais. (Republika/Edwin Dwi Putranto)
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Hanafi Rais. (Republika/Edwin Dwi Putranto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi I DPR RI menilai sudah semestinya kebijakan bebas visa kunjungan (BVK) dievaluasi. Hal ini karena kebijakan tersebut dinilai tidak banyak menguntungkan dari sisi pendapatan, justru cenderung meningkatkan jumlah persoalan baru di Indonesia.

Hal tersebut diungkapkan Ketua Panitia Kerja (Panja) Bebas Visa yang juga Wakil Ketua Komisi I DPR RI Hanafi Rais usai mendengar paparan dari sejumlah pihak yakni Kementerian Luar Negeri, Ditjen Imigrasi, Ditjen Kemenaker, dan Kementerian Pariwisata pada Senin (17/4).

"Memang pada kesimpulan masing-masing tadi dipaparkan banyak negara dari 169 negara yang diberi BVK memang sangat pantas dikaji ulang," ujar Hanafi di Ruang Komisi I DPR RI, Senayan, Jakarta pada Senin (17/4).

Menurutnya, pemerintah perlu mengkaji kebijakan bebas visa kunjungan kepada negara yang dinilai belum efektif memberikan sumbangsih besar kepada Indonesia. Dengan begitu, persoalan dari dampak hukum yang ditimbulkan adanya kebijakan BVK tersebut bisa ditekan jumlahnya.

Hal ini didapat data dari Kementerian Luar Negeri maupun Pariwisata yang memang menunjukkan ada penambahan devisa dan jumlah wisatawan. Namun juga dampak dari kebijakan tersebut menimbulkan persoalan hukum dari para pengunjung dari negara dibebasvisakan, dan sedikit sumbangsih pemasukan negara.

"Selain mengejar ekonomi jangan sampai kita juga jadi rugi ekonomi dan rugi hukum. Maka apakah tetap seperti biasa atau Visa on Arrival ini dikurangi, karna sumbangannya tidak jelas, ada visa bebas atau tidak itu harus disikapi dengan kebijakan baru," kata Hanafi.

Pernyataan Hanafi juga didukung oleh Anggota Komisi I DPR lainnya, Alimin Abdullah yang menilai ada negara-negara yang diberlakukan BVK namun tidak memberi keuntungan apapun bagi negara. Menurut Alimin, kebijakan BVK justru memungkinkan warga negara lain memanfaatkan visa kunjungan untuk mencari keuntungan sendiri.

Hal ini kata dia, terlihat dari data perlintasan masuk dan keluar warga negara asing ke Indonesia yang jumlahnya tidak sama.

"Ini seperti tidak menghasilkan apa-apa setelah ada kebijakan ini hasilnya zero. Kalau kita diamkan ini, ini sangat parah, perlu ada peninjauan kepada kebijakan ini," katanya.

Apalagi kata Alimin, sejumlah persoalan yang muncul kebijakan ini yakni banyak ditemukannya warga negara asing yang melakukan pelanggaran di Indonesia.

"Kita sering menemukan orang-orang yang bahkan punya identitas KTP tapi nggak jelas alamat dan bahasanya. Menurut saya ini harus kita koreksi untuk mengontrol BVK apakah betul ini menguntungkan untuk kita. Karna nggak keliatan datanya pendapatan untuk kita," kata Alimin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement