REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Bawaslu DKI Jakarta, Mimah Susanti, mengatakan saksi dugaan pelanggaran politik uang cenderung sulit dimintai keterangan. Saksi diduga sudah menyadari bahwa ada sanksi pidana kepada pemberi dan penerima politik uang.
"Tidak mudah mencari saksi dalam menangani bukti laporan dugaan politik uang. Kadang saksi tidak mau dijadikan pihak yang memberi keterangan kepada pengawas di lapangan. Sebab, mereka menyadari bahwa pemberi dan penerima sama-sama ini akan menerima sanksi pidana," ujar Mimah kepada wartawan usai diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (15/4).
Karena itu, dia menampik jika ada pihak yang menyebut penanganan Bawaslu DKI terhadap dugaan pelanggaran terkesan lambat. Mimah mengungkapkan, Bawaslu bekerja sesuai temuan di lapangan dan laporan dari masyarakat.
Dalam memproses temuan pelanggaran, pengawas pemilu setempat berdasarkan kepada penelusuran alat bukti dan saksi. "Maka dari itu kami mengharapkan masyarakat DKI Jakarta menyadari betul untuk mengatakan tidak kepada ketidakmauan memberikan keterangan," kata Mimah.
Dia menuturkan, sepanjang periode kedua Pilkada DKI, sudah ada lebih dari 10 dugaan pelanggaran yang ditangani. Contohnya, kata Mimah, penanganan laporan mengenai video kampanye yang mengarah unsur SARA, dugaan politik uang di Klender, laporan mengenai ATM DKI, dan laporan terkait kartu Jakarta Lansia.