REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Pilgub DKI 2017 yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI untuk putaran kedua diragukan validitasnya. Hal itu mengingat masih adanya beberapa persoalan, seperti ditemukannya data invalid. Hal itu terungkap dalam diskusi bertajuk "Problematika Pilkada DKI, dan Ancaman Terhadap Pemilihan Jurdil" di, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (12/4).
Menurut Direktur Eksekutif Institut Untuk Pembaharuan Hukum Indonesia, Bayu Adi Permana, KPU DKI juga sudah mengakui adanya 15.954 DPT yang ditemukan tidak valid. Bayu menambahkan, permasalahan data invalid tersebut perlu diperhatikan, mengingat salah satu paslon sempat keberatan dan tidak menandatangani DPT perubahan yang ditetapkan KPU.
"Berdasarkan penelusuran terhadap DPT yang dilakukan berulang-ulang oleh Institut Pembaharuan Hukum Indonesia (IPHI) juga telah ditemukan adanya 3.329.947 data yang diduga invalid," katanya.
Bayu menerangkan, indikator data invalid itu adalah NIK dan KK meragukan. Kedua, adanya warga yang tidak berhak memilih, atau dianggap sudah meninggal. "Ada NIK dengan KK yang berbeda lokasi. Ada NIK berbeda kotamadya dengan TPS, NIK tidak sesuai dengan jenis kelamin, NIK di luar jakarta, duplikasi NIK," katanya.
Menurut peneliti JPPR, Sunanto, yang juga hadir sebagai narasumber mengatakan, inti masalah putaran kedua adalah di data kependudukan yang amburadul. Kondisi itu menjadi masalah dalam Pilkada DKI, karena berpotensi terjadinya kecurangan.
"Oleh karena itu perlu persyaratan baku mekanisme pembuatan KTP. Apalagi Jakarta ini unik, karena penduduknya banyak yang tinggal di sekitar Jakarta namun bekerja di jakarta," katanya.