REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Badan Nasional Penanggulangan Terrorisme (BNPT) mengklaim aksi teror di Indonesia sudah cenderung menurun dalam beberapa tahun terakhir.
"Ada dua indikator keberhasilan penurunan yakni dengan data kualitatif dan kuantitatif yang menurun," ujar Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol Hamidin, Selasa (11/4).
Hamid menjelaskan secara kualitatif penurunan aksi teror bom terlihat dalam peledakan bom panci di Bandung beberapa waktu lalu, yang hanya menggunakan panci, bahan pembuat petasan dan baut serta paku.
Perangkat itu menurut dia kualitasnya jauh lebih rendah ketimbang bom rakitan berdaya ledak tinggi dan diledakkan bersama pelakunya dalam aksi yang pernah dilakukan Jamaah Al Islamiyah.
"Mereka membuat bom dari bahan peledak dari 1,2 ton aluminium nitrat dan paling kecil 120 kg high exsplosive" katanya.
Belakangan, menurut BNPT, pelaku teror juga terlihat ragu menjalankan aksinya.
"Dulu kematian menjadi sebagai tujuan, kita sebut Heri Gulun dan Asmar Latin Sani. Mati saat eksekusi, mati saat konfrontasi, dan mati saat aksi adalah tujuan. Sekarang penuh dengan keragu-raguan," kata Hamid.
Dari segi kuantitatif, ia menjelaskan, sepanjang 2016-2017 hanya ada enam aksi teros di Indonesia dan empat di antaranya dijalankan oleh pelaku lama.
"Kalau kita mundur ke belakang, tahun 2002 sampai 2015, terdapat 1.400 lebih kasus yang terjadi, orang-orang yang pernah terlibat tindak pidana kasus terorisme," katanya.
Menurut dia, penurunan kasus terorisme terjadi berkat penegakan hukum serta keberhasilan upaya pemerintah mencegah munculnya ancaman terorisme sejak dini.
"Pendekatan penegakan hukum yang tidak hentinya, setiap orang yang terindikasi dan memiliki dua barang bukti langsung dicari dan ditangkap, ini mampu menghambat rencana para teroris," kata dia.