Selasa 11 Apr 2017 00:15 WIB

Pengurusan Izin Berbelit, Seratusan Kapal Nelayan Indramayu Menganggur

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Maman Sudiaman
Nelayan
Foto: Republika/ Wihdan
Nelayan

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU  -- Sekitar seratusan unit kapal berbobot 30 gross ton (GT) keatas milik nelayan asal Kabupaten Indramayu saat ini terpaksa menganggur. Hal itu menyusul lamanya waktu dan berbelitnya proses pembuatan berbagai perizinan, terutama Surat Izin Penangkapan Ikan  (SIPI).

 

‘’Pembuatan SIPI waktunya tidak pasti. Bisa berbulan-bulan bahkan ada yang setahun lebih,’’ ujar Ketua Serikat Nelayan Tradisional (SNT), Kajidin, saat mengadukan masalah tersebut ke DPRD Kabupaten Indramayu, Senin (10/4).

 

Kajidin mengatakan, lamanya proses pembuatan SIPI tak lepas dari prosedurnya yang harus dilaksanakan di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Jakarta. Padahal, jumlah petugas di KKP yang melayani pembuatan SIPI sangat tidak sebanding dengan jumlah kapal yang ada di seluruh Indonesia.

 

Lamanya pembuatan SIPI, terang Kajidin, akhirnya membuat nelayan dihadapkan pada dua pilihan. Yakni nekad melaut dan tidak melaut.

 

Bagi nelayan yang nekad melaut tanpa mengantongi SIPI, maka risikonya akan ditangkap aparat keamanan di laut. Namun bagi nelayan yang memilih tidak melaut, mereka akan dihadapkan pada kesulitan ekonomi.

 

Kajidin menyebutkan, dari sekitar 400 unit kapal diatas 30 GT milik nelayan Indramayu, ada sekitar 100 kapal yang menganggur karena tak memiliki SIPI. Akibatnya, ribuan nelayan yang jadi anak buah kapal juga menganggur. Sedangkan kapal lainnya, masih memiliki SIPI meski masa berlakunya hanya tinggal beberapa bulan lagi.

 

‘’Banyak pemilik kapal yang menelpon ke saya, dan mengatakan tiga sampai empat bulan lagi mereka tidak bisa melaut karena SIPI-nya akan habis masa berlakunya,’’ kata Kajidin.

 

Kajidin menegaskan, para pemilik kapal siap memenuhi seluruh persyaratan yang diwajibkan dalam pembuatan SIPI. Namun ternyata, pembuatan SIPI tetap tak kunjung selesai hingga berbulan-bulan.

 

Kajidin pun menagih janji Presiden Jokowi yang menyatakan akan datang jika ada instansi pemerintah yang lamban dalam melayani masyarakat. Karenanya, dia mengajak DPRD dan Pemda Indramayu agar membuat presiden mengetahui lambannya proses pembuatan perizinan yang dihadapi nelayan.

 

Salah seorang pemilik kapal, Suwarto, menjelaskan, ada 20 macam perizinan yang harus ditempuh agar bisa melaut. Dari 20 macam perizinan itu, dia mengaku SIPI-lah yang paling lama dalam prosesnya.

 

Suwarto mengatakan, mengajukan pembuatan SIPI untuk kapalnya sejak awal 2016 lalu. Hingga detik ini, SIPI untuk kapalnya tak kunjung keluar. Padahal, Suwarto telah memenuhi seluruh persyaratan yang diwajibkan. Bahkan, pembayaran pajak yang naik berlipat-lipat hingga sebesar Rp 96 juta juga sudah dibayarkannya. Kondisi itu, juga dialami banyak rekannya sesama pemilik kapal.

 

‘’Karena lamanya perizinan ini, banyak kapal yang akhirnya nekad melaut,’’ tutur Suwarto.

 

Menurut Suwarto, aksi nekad nahkoda dan anak buah kapal yang memilih tetap melaut meski tanpa mengantongi SIPI itu karena mereka butuh makan. Begitu pula pemilik kapal yang butuh uang untuk membayar angsuran kredit pinjaman ke bank saat membuat kapal.

 

Ketua Kadin Indramayu yang juga seorang pemilik kapal, Maman menambahkan, jika nelayan nekad melaut tanpa dilengkapi perizinan yang lengkap, maka mereka akan ditangkap karena dinyatakan melakukan pencurian ikan (illegal fishing). Padahal, nelayan siap memenuhi seluruh persyaratan dalam pembuatan perizinan.

 

‘’Kami bukan pencuri ikan. Kami mencari ikan di laut negara sendiri dan siap mematuhi seluruh perizinan. Tapi perizinannya yang sangat lama,’’ tegas Maman.

 

Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Indramayu, Alam Sukmajaya, menyatakan siap memperjuangkan aspirasi nelayan Indramayu. ‘’Tapi memang ada proses yang harus dilalui,’’ kata Alam.

 

Di tempat yang sama, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu, AR Hakim, menyatakan, permasalahan yang menyangkut perizinan kapal juga menjadi perhatian instansi yang dipimpinnya. Pada Jumat (7/4) lalu, dia juga telah mengirim kabid dan kasi di instansinya khusus untuk berbicara soal perizinan ke KKP.

 

‘’Kami siap mendampingi nelayan,’’ tegas Hakim.

 

Hakim mengakui, keberadaan Satgas 115 memang menjadi titik krusial dalam pengurusan perizinan. Pasalnya, segala proses yang sudah ditempuh nelayan tidak akan membuahkan hasil jika belum ada ‘lampu hijau’ dari satgas tersebut. Sedangkan jumlah satgas tersebut tidak sebanding dengan jumlah nelayan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement