Senin 10 Apr 2017 17:21 WIB

Longsor Ancam Pasokan Pangan

Tim gabungan memantau lokasi setelah terjadi longsor susulan di lokasi bencana longsor Desa Banaran, Pulung, Ponorogo, Jawa Timur, Minggu (9/4).
Foto:

Dua Tipe Longsor

Longsor berbeda dengan erosi. Longsor adalah bencana yang terjadi karena berpindahnya massa tanah dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah dengan volume yang besar dalam waktu singkat. Sebaliknya erosi berlangsung dalam waktu lama. Saat massa tanah berpindah ke bawah seringkali disertai material ikutan seperti batu dan pohon. 

Penyebab utama longsor ialah curah hujan tinggi yang berlangsung lama sehingga tanah jenuh air, massa tanah bertambah, sementara vegetasi sebagai pengikat partikel-partikel tanah sedikit, lalu terjadilah keruntuhan. Lereng yang curam di bagian bawah menyebabkan tersedia bidang luncur sehingga massa tanah berpindah dengan sangat cepat.

Patut kita sadari pembukaan lahan pertanian seringkali menjadi pemicu terjadinya longsor. Pemotongan bukit atau gunung untuk pembuatan jalan dan pemukiman juga penyebab utama longsor di tanah air. Bukit dan gunung yang dipotong kehilangan stabilitasnya sehingga mudah runtuh bila diterpa curah hujan tinggi.

Terdapat 2 tipe longsor yang terjadi di daerah pegunungan yaitu longsor guguran (fall) dan luncuran (slide).  Guguran terjadi karena adanya pelepasan batuan atau tanah dari lereng sangat curam (>100 persen) dengan gaya bebas atau bergelinding dengan kecepatan tinggi. Sedangkan longsor bentuk luncuran terjadi akibat pergerakan bagian atas tanah dalam volume besar yang bergerak cepat meluncur pada tanah bagian bawah tanah yang menjadi bidang luncur.

Longsor yang disebut terakhir terjadi apabila tanah bagian atas jenuh air dan terdapat bidang luncur pada kedalaman tertentu. Bencana longsor di Ponorogo termasuk ke dalam tipe longsor tipe luncuran.

Manusia bertanggung-jawab pada kejadian longsor karena pemicu utama longsor adalah perubahan jenis vegetasi dari vegetasi tahunan menjadi musiman di kawasan perbukitan dan pegunungan. Masyarakat membuka perbukitan dan pegunungan menjadi kawasan pertanian karena tiada pilihan lain akibat lahan datar semakin langka.

Kawasan perbukitan dan pegunungan yang dalam ilmu konservasi tanah klasik disebut sebagai lahan yang sangat tidak sesuai untuk kawasan pertanian—karena umumnya kemiringan di atas 100 persen pun terpaksa dibuka karena sebarannya yang mencapai 45 persen daratan. Perbukitan dan pegunungan menjadi sumber wilayah pertumbuhan baru untuk sektor pertanian.

Kini kita dapat menyaksikan kentang, tomat, cabai, sawi, wortel, bawang ditanam besar-besaran di lahan perbukitan dan pegunungan. Bahkan kebun tanaman hias juga di buka di daerah pegunungan dan perbukitan karena dapat tumbuh bagus dengan produktivitas tinggi di dataran tinggi (>350 m dpl). Tanaman perkebunan seperti kopi, teh, kina, dan berbagai jenis buah-buahan juga banyak diproduksi di pegunungan. Wajah perbukitan dan pegunungan kita bukan lagi hutan tetapi telah menjadi menjadi sentra-sentra pertanian penting di banyak wilayah di Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement