Senin 10 Apr 2017 06:34 WIB

Pilkada DKI Memanas, Elite Politik Perlu Perbaiki Cara Komunikasi

Rep: Qommarria Rostanti / Red: Andi Nur Aminah
Suasana jelang debat Pilkada DKI (ilustrasi)
Foto: Republika/Dian Fath
Suasana jelang debat Pilkada DKI (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR RI Sukamta menilai elit politik perlu menghadirkan kembali kompromi kebangsaan. Hal itu perlu dilakukan untuk meredam persoalan di tengah memanasnya suhu politik yang diakibatkan oleh pemilihan daerah (pilkada) Jakarta belakangan ini, di mana sentimen suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA) berpotensi memicu perpecahan di tengah masyarakat.

“Ada dua persoalan yang perlu untuk diperbaiki. Pertama, cara berkomunikasi elit politik dan kedua pengendalian terhadap info hoax (bohong) yang beredar,” kata dia dalam keterangan tertulisnya, semalam. 

Menurut Sukamta, perilaku elit politik punya pengaruh besar ke masyarakat. Saat ini cara berkomunikasi sebagian elit politik cenderung emosional, bahkan tidak jarang saling menjatuhkan dan membuat kabar-kabar bohong untuk menghantam rival.

“Komunikasi elit politik seperti ini akan mendorong sikap emosional juga tumbuh di tengah maasyarakat,” ujarnya.

Perilaku elit politik saat ini, kata dia, seharusnya dapat menyontoh cara komunikasi elit politik pada masa perjuangan kemerdekaan. Saat itu antarelit politik punya perbedaan sikap dengan latar belakang ideologi, agama dan suku yang berbeda. 

Perdebatan secara tajam terjadi namun ada semangat untuk mencari titik temu dan solusi. Titik temu itu adalah Pancasila dan UUD 1945 yang hingga saat ini terus menjadi spirit bangsa.

 “Jadi kalau debat, lakukan dalam ruang diskusi dengan adu argumentasi secara baik dan santun. Keteladanan elit ini pasti akan jadi contoh baik masyarakat. Elit politik perlu hadirkan kembali kompromi-kompromi kebangsaan,” ujarnya. 

 Kemudian yang juga perlu jadi perhatian adalah leluasanya informasi bohong beredar luas di tengah masyarakat. Perkembangan teknologi yang pesat membuat masyarakat mudah mendapat informasi. Namun informasi tersebut banyak diisi oleh kebohongan dan meresahkan masyarakat.

Di sini, pemerintah punya peran penting. Ibarat dalam pertandingan, pemerintah harus mampu menjadi wasit yang baiik. Pemerintah punya otoritas dan kemampuan untuk mengendalikan informasi yang beredar. Hanya saja, menurut Sukamta, pemerintah kadang malah ikut menjadi pemain. Alhasil adu info bohong bukannya berkurang tetapi semakin panas. Oleh karena itu dengan sosialisasi MPR yang secara berkala dilakukan, Sukamta berharap hal ini dapat menjadi sumbangsih untuk menguatkan pemahaman dan komitmen terhadap Pancasila, UUD NrI 1945, NKRI dan Binneka Tunggal Ika.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement