REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Suhadi menyatakan dampak dari pengambilan sumpah ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) baru, Oesman Sapta Odang (OSO), bukan urusan MA. Sebab, lembaga peradilan tertinggi hanya berwenang untuk menuntun penyumpahan ketua DPD terpilih.
"Masalah bagaimana dampaknya, itu bukan persoalan atau tugas MA," kata dia dalam konferensi pers di kantor MA, Jakarta Pusat, Kamis (6/4).
Suhadi juga mengatakan, waktu Hatta Ali terpilih lagi menjadi ketua MA, pihak DPD pun menerima surat undangan dari MA untuk melakukan penyumpahan melalui cap dari DPD. Begitu pun sebaliknya, ketika Mohammad Saleh terpilih menjadi ketua DPD menggantikan Irman Gusman yang tersangkut kasus korupsi, MA pun menyumpahnya.
Artinya, Suhadi menjelaskan, sudah menjadi kewajiban bagi MA untuk datang dan menyumpah ketua DPD terpilih, OSO. "Dengan demikian, surat untuk meminta penyumpahan juga kewajiban sama bagi ketua MA untuk melakukan penyumpahan, masalah internal DPD itu bukan urusan MA," ujar dia. "Jadi tidak ada bedanya untuk dilakukan penyumpahan," tambahnya.
Suhadi memaparkan, terpilihnya OSO menjadi ketua DPD, tidak mengacu pada peraturan DPD nomor 1 tahun 2014 tentang tata tertib (tatib), tapi pada peraturan DPD nomor 3 tahun 2017. Peraturan nomor 3/2017 ini menggantikan peraturan tentang tatib nomor 1 tahun 2017.
"Jadi tidak ada dikembalikan ke nomor 1 2014. Tapi di sini disebutkan bahwa dicabut oleh nomor 3 tahun 2017. Dan semua aturannya ada di tatib nomor 3 2017. Pencabutan itu ada di pasal akhir, mencabut tatib nomor 1 tahun 2017," kata dia.
Sebelumnya, pada Selasa (4/4), OSO dilantik menjadi Ketua DPD dalam sidang paripurna DPD RI di Senayan Jakarta dan dipandu oleh Wakil Ketua MA HM Syarifuddin. Pelantikan pimpinan baru DPD RI ini berdasarkan keputusan DPD RI untuk masa jabatan periode Maret 2017 sampai dengan September 2019.
Terjadi pro-kontra atas terpilihnya OSO dan Nono Sampono serta Damayanti Lubis sebagai ketua dan wakil ketua DPD. Terpilihnya OSO sebagai ketua DPD mengacu pada Tatib Nomor 1 Tahun 2017 tentang Tata Tertib DPD soal masa jabatan pimpinan DPD, yakni 2,5 tahun. Namun, tatib itu sudah dibatalkan oleh MA.
Sidang paripurna Dewan Pimpinan Daerah (DPD) RI akhirnya memutuskan untuk menetapkan tata tertib baru menggantikan Tatib Nomor 1 Tahun 2017 yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung tersebut.