REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Selama 2017 ini, di Kabupaten Kulon Progo banyak sekali terjadi bencana tetapi kecil-kecil. Setidaknya teratat ada 184 titik longsor dan 87 titik banjir. Hal itu disampaikan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kulon Progo Gusdi Hartono pada acara Koordinasi BPBD DIY dan BPBD Kabupaten/Kota se DIY dengan Komisi A DPRD DIY, Rabu (5/4).
Hal itu disebabkan oleh hujan yang terus menerus dan cuaca ekstrim. Karena banyaknya bencana, BPBD Kulon Progo terkesan lambat dalam menangani bencana tersebut. Apalagi longsor tidak bisa diatasi hanya dengan peralatan manual.
Lebih lanjut Gusdi mengatakan pada 2017 ini di Kulon Progo ada tambahan 10 desa tanggap bencana. Sedangkan sebelumnya setiap tahun hanya tiga desa tanggap bencana.
Sementara itu Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto mengatakan terus mendorong adanya desa/kelurahan tanggap bencana. Ia berharap setiap tahun setidaknya ada tambahan desa/kelurahan tanggap bencana.
Dari 301 desa/kelurahan yang ada di DIY baru ada 29 desa/kelurahan tanggap bencana. Sehingga kalau setahun ada 15 tambahan desa/kelurahan tanggap bencana, dia mengatakan, maka seluruh di desa/kelurahan se-DIY sudah selesai terbentuk desa/kelurahan tanggap bencana.
Di bagian lain Staf Kedaruratan BPBD DIY Enaryaka mengatakan, pada 2017 ini BPBD DIY akan melakukan penambahan Early Warning System (EWS), sebanyak 50 buah. Untuk Gunung Kidul sebanyak 30 buah dan Kulon Progo sebanyak 20 buah.
Karena di kedua kabupaten tersebut banyak terjadi bencana terutama tanah longsor dan banjir. Saat ini jumlah EWS yang sudah ada di seluruh DIY sekitar 200 buah.
"Dengan adanya EWS paling tidak ada tambahan informasi ketika ada hujan turun atau gerakan tanah, kemudian sinyal atau sirine yang ada bisa bunyi lebih dulu, sehingga masyarakat di sekitarnya lebih siap," kata staf Kedaruratan BPBD DIY Nugroho Wahyu.