REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut ketidakpastian terjadinya bencana longsor membuat masyarakat enggan mengungsi. Padahal, pemerintah daerah menyiapkan tempat pengungsian saat ada laporan potensi longsor.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menuturkan tanda-tanda bencana longsor biasanya sudah terlihat jauh-jauh hari. Namun, tidak ada yang dapat memastikan kapan terjadi longsor.
"Di beberapa tempat fenomena ini sudah berlangsung lama. Masyarakat awalnya bersedia mengungsi, tetapi lama-lama mereka kembali ke rumah dan bekerja," kata Sutopo kepada wartawan, Rabu (5/4). Ia mengatakan faktor ekonomi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari membuat masyarakat enggan bertahan di lokasi pengungsian dalam waktu lama.
Ia memerinci, daerah rawan longsor untuk menjadi perhatian masyarakat, yakni daerah berbukit dengan kelerengan lebih dari 20 derajat. Kedua, lapisan tanah tebal di atas lereng. Ketiga, buruknya sistem tata air dan tata guna lahan di lokasi itu. Keempat, lereng terbuka atau gundul.
Kelima, terdapat retakan tapal kuda pada bagian atas tebing. Keenam, banyaknya mata air/rembesan air pada tebing disertai longsoran-longsoran kecil. Ketujuh, adanya aliran sungai di dasar lereng. Kedelapan, pemotongan tebing untuk pembangunan rumah atau jalan.
Namun, Sutopo mengatakan, banyak upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi tanah longsor, seperti pertama menutup retakan pada atas tebing dengan material lempung. Kedua, menanami lereng dengan tanaman, memperbaiki tata air dan guna lahan.
Ketiga, waspada terhadap mata air atau rembesan air pada lereng. Keempat, waspada pada saat curah hujan yang tinggi pada waktu yang lama.