Selasa 04 Apr 2017 20:44 WIB

Yappika: DPD RI Dibegal Orang yang Haus Kekuasaan

Rep: Fuji EP/ Red: Bayu Hermawan
 Sekjen DPD RI Sudarsono Hardjosoekarto pada sidang Paripurna DPD RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (3/4).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Sekjen DPD RI Sudarsono Hardjosoekarto pada sidang Paripurna DPD RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (3/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manajer Advokasi Yayasan Penguatan Partisipasi Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (Yappika), Hendrik Rosdinar mengatakan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) telah dibajak oleh kepentingan partai politik (Parpol). Nantinya DPD RI tidak akan lagi memperhatikan kepentingan daerah.

"Kepentingan daerah tidak lagi mampu terakomodasi dalam sistem lembaga perwakilan kita karena DPD telah dibegal oleh sekelompok orang yang haus kekuasaan," kata Hendrik kepada Republika.co.id saat menyampaikan Tritura Pembenahan Parlemen Indonesia di Gedung PP Muhammadiyah, Selasa (4/4).

Hendrik menjelaskan, saat ini DPD RI tidak lagi mencerminkan lembaga perwakilan dari daerah. DPD RI juga tidak lagi mencerminkan lembaga yang memperjuangkan aspirasi dari daerah. Sebab, DPD RI telah dibajak oleh kepentingan parpol.

Dijelaskannya, ketika DPD RI sudah diwarnai oleh mayoritas parpol atau sudah dibajak parpol. Maka keberadaan DPD RI tidak lagi mencerminkan semangat desentralisasi. Hendrik juga menyampaikan, mengenai peristiwa kekerasan atau tawuran ala anak STM di gedung paripurna DPD RI adalah kemunduran demokrasi.

Sebab, para wakil daerah tidak mampu menunjukan kepada publik bagaimana mereka menyelesaikan persoalan secara demokratis. "Kekuatan fisik menjadi yang lebih depan ketimbang diplomasi politik yang santun," ujarnya.

Ia menegaskan, bahkan bisa dikatakan oknum DPD RI dengan sengaja mengabaikan aspek hukum. Sebab mereka tidak mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA). Menurutnya, hal ini sangat memprihatinkan ketika sebuah lembaga negara akan dipimpin dan disetir oleh sekelompok orang yang dengan sengaja mengabaikan pertimbangan hukum.

"Lantas apa yang akan dipakai sebagai acuan kalau hukum saja mereka tabrak," jelasnya.

Ia mengungkapkan, mungkin yang ada di benak mereka adalah nafsu politik yang mengendalikan semuanya. Hal ini merupakan kemunduran yang luar biasa bagi kepentingan perwakilan daerah. Hal ini juga jelas merupakan kemunduran bagi demokrasi di Indonesia.

"Kita patut bertanya, jika demikian adanya masih relevankah keberadaan DPD dalam sistem perwakilan kita," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement