REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menggandeng Yayasan Lingkar Perdamaian pimpinan mantan teroris, Ali Fauzi Manzi, Rabu (29/3) pekan lalu, melakukan peletakan batu pertama pembangunan TPA Plus dan renovasi masjid Baitul Muttaqin di desa Tenggulung, Solokuro, Lamongan.
Peletakan batu pertama itu dilakukan oleh Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius. Sebelum itu, BNPT bahkan telah meresmikan masjid Al Hidayah di pesantren pimpinan mantan teroris lainnya, Khairul Ghazali di Deliserdang. Rencananya, upaya serupa juga akan dilakukan di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Langkah-langkah pencegahan dengan merangkul dan memanusiakan mantan teroris ini adalah bagian penanggulangan terorisme dari hulu sampai hilir yang diusung Suhardi. Langkah ini dinilai sesuai dengan spirit Revisi Undang-Undang (RUU) Terorisme yang kini tengah digodok Panitia Khusus (Pansus) RUU Terorisme.
"Mungkin ini karena hati beliau (Kepala BNPT) yang tulus sehingga bisa melihat akar persoalan sebenarnya dengan apa yang disebut terorisme. Ini adalah langkah asli Indonesia. Ke depan kita ingin masalah terorisme dengan penanganan ala Indonesia tidak dengan ala lainnya, sehingga proses reintegrasi saudara-saudara kita bisa berjalan sesuai kaidah kehidupan bangsa Indonesia," kata Ketua Pansus RUU Terorisme Muhammad Syafii di Jakarta, Selasa (4/4).
Muhammad Syafii juga hadir dalam peletakan batu pertama itu. Menurutnya, langkah BNPT sesuai dengan tiga landasan spirit dari Pansus RUU Terorisme dalam menyusun UU Terorisme yaitu spirit pencegahan, spirit penegakan hukum, dan spirit penghormatan Hak Azasi Manusia (HAM).
"Kami dari DPR RI, sepakat untuk terus mengawal UU ini, sehingga ketika rampung nanti, UU ini bukan alat untuk membantai manusia Indonesia, tapi untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia. Ini senada dengan upaya pak Suhardi Alius dan BNPT dalam menangani mantan teroris," kata Syafii.
Anggota Komisi III dari Fraksi Gerindra ini mengungkapkan, sempat berdialog dengan Ali Fauzi di sela-sela peletakaan batu pertama itu. Saat itu, ia bertanya kenapa adik bomber Bom Bali, Amrozi dan Ali Imron ini bisa berubah dan kini bahkan aktif mengajak kombatan lainnya untuk tidak lagi menggeluti dunia terorisme.
"Dia mengatakan, mendapat perlakuan sangat manusiawi oleh aparat saat ditahan sampai di dalam penjara, yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Dari situ, Ali Fauzi menyadari langkah yang ditempuh selama ini salah sehingga ia kemudian kembali ke pangkuan ibu pertiwi dan mendirikan Yayasan Lingkar Perdamaian. Ia juga menyadari ternyataberjihad bisa dengan cara positif, bukan dengan mengangkat senjata," ungkap Syafii.