Selasa 04 Apr 2017 16:36 WIB

Kopel: DPD RI tidak Lagi Mengenal Etika

Rep: Ali Mansur/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad (tengah) dan GKR Hemas (keempat kiri) dikelilingi oleh anggota DPD sebelum dimulainya Sidang Paripurna DPD, Senin (3/4). Rapat Paripurna tersebut diwarnai keributan yang dipicu keputusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Tata Tertib DPD.
Foto: Antara
Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad (tengah) dan GKR Hemas (keempat kiri) dikelilingi oleh anggota DPD sebelum dimulainya Sidang Paripurna DPD, Senin (3/4). Rapat Paripurna tersebut diwarnai keributan yang dipicu keputusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Tata Tertib DPD.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Syamsudin Alimsyah mengeluhkan situasi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI saat ini. Hal itu setelah anggota DPD RI mengabaikan putusan Mahkamah Agung (MA) dengan tetap melakukan pemilihan ketua DPD RI.

Dia menyebutkannya saat ini DPD RI sedang bermain-main dalam negera. Maka Syamsudin menganggap DPD RI sudah tidak mengenal lagi etika.

"Mereka sedang bermain main dalam negara. Mereka tidak lagi mengenal etika. Saya yakin MA tidak akan melantik mereka," keluh Syamsudin saat dihubungi melalui pesan singkat, Selasa (4/4).

Menurutnya, MA memiliki alasan untuk tidak melantik Oesman Sapta Odang (Oso) menjadi Ketua DPD RI, yang terpilih pada Paripurna Selasa dini hari tadi. Kata Syamsudin, alasan pertama, MA sendiri sudah mengabulkan gugatan Adnan dan kawan-kawan dan menyatakan Tata Tertib (Tatib) 2017 tidak berlaku.

Maka Tatib lama kembali berlaku. Kemudian, pimpinan Sidang Paripurna juga sudah menetapkannya dalam Paripurna dan sah serta korum.

"Alasan kedua apabila MA tetap melantik itu sama saja menjilat luda  sendiri," ujarnya.

Selanjutnya, kalau MA tetap datang dan melantik Oso, maka Oso sebagai ketua DPD RI hanya ada dalam versi Paripurnanya sendiri tanpa eksekusi. Termasuk semua produkbya melanggar hukum. Maka dengan demikian, dia mengingatkan agar Sekjen DPD RI agar tidak terlibat ikut bermain dalam konflik DPD RI. 

"Agar ada banyak cerita juga kita dapat Sesjen masuk angin. Kalau ini benar maka rusaknya megara itu di situ. Sekjen itu hanya supporting," kata Syamsudin.

Dengan adanya kericuhan dalam Paripurna ini, Syamsudin berpendapat akan munculnya dualisme kepemimpinan DPD RI. Yaitu ada pimpinan versi Tatib nomor satu tahun 2014 dan ada pimpinan versi Tatib 2017, dan Tatib terakhir sudan ini dibatalkan oleh MA. Bagi Syamsudin, dualisme.

Dualisme ini adalah citra buruk, akibat ambisi mereka telah merusak Citra kelembagaan. Dia menyatakan ini sejarah pertama ada dualisme kepemimpinan  dalam lembaga negara.

"Implikasinya, DPD akan lumpuh tak bisa bekerja dan rugi rakyat. Ini bukti yang dikuatirkan selama ini kalau Parpol masuk DPD RI. Dulu periode pertama saat DPD steril parpol. Maka nyaris tak ada konlflik," jelas Syamsudin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement